News

Badan POM Lakukan Hilirisasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Obat dan Makanan

Dikutip dari suaramerdeka.com, saat ini pemerintah mendorong agar produk riset tidak hanya berakhir di publikasi jurnal ilmiah, namun juga dapat dikomersialisasi agar dapat dimanfaatkan lebih luas atau memberikan kemanfaatan bagi masyarakat. Hal tersebut disampaikan Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito, ada Dialog Nasional dengan mengangkat tema Sinergitas Dalam Hilirisasi Riset Obat, Obat Tradisional, dan Pangan Untuk Percepatan Perizinan di Jakarta, Selasa (10/12) kemarin.

Oleh karena itu, para peneliti di perguruan tinggi dan institusi penelitian lainnya telah banyak melakukan riset dan pengembangan di Bidang Obat dan Makanan. Riset dan pengembangan tersebut diharapkan menghasilkan produk-produk inovasi dalam negeri untuk menekan ketergantungan kepada produk impor.

Terkait hal tersebut, Badan POM telah melakukan langkah dan upaya dalam bentuk dukungan terhadap hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan Obat dan Makanan. Antara lain dengan dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Fitofarmaka.

Kemudian, Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Biologi, yang ditetapkan dengan SK Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tanggal 13 September 2019 Satgas tersebut melibatkan seluruh Kementerian /Lembaga (K/L) terkait, akademisi, institusi penelitian, serta pelaku usaha.

“Kegiatan ini merupakan rangkaian dari implementasi Satgas, untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang progres langkah dan upaya Badan POM dalam pendampingan kepada peneliti dan pelaku usaha,” ujar Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito.

Pendampingan tersebut, lanjut Penny, bertujuan untuk mengawal agar produk inovasi riset yang siap dihilirisasi memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin edar. Ia menyebutkan bahwa terdapat produk hasil riset yang sudah berhasil mendapatkan izin edar, yaitu Stem Cell produksi Pusat Pengembangan Penelitian Stem Cell Universitas Airlangga Surabaya bersama PT Phapros dan Albumin yang berasal dari ikan gabus yang dikembangkan oleh Universitas Hasanudin Makassar bersama PT Royal Medika.

“Selain itu, terdapat produk biologi yang sedang dikembangkan yaitu enoxaparin bersumber domba, trastuzumab, dan sejumlah vaksin antara lain MR, Hepatitis B, Tifoid, Rotavirus, Polio. Sedangkan untuk produk fitofarmaka antara lain ekstrak seledri, binahong, daun kelor, daun gambir dan bajakah,” tuturnya.

Sementara itu, dalam mewujudkan kemandirian produk darah dilakukan pengembangan industri fraksionasi plasma. Langkah awal untuk penyediaan bahan baku plasma adalah dengan melakukan pendampingan dan percepatan sertifikasi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI).

“Hingga saat ini telah tersertifikasi tiga belas UTD PMI dan empat sertifikat CPOB diantaranya akan diserahkan secara resmi pada kegiatan ini,” tukasnya.

Selain pameran hasil penelitian, kegiatan ini juga ini akan membahas beberapa materi menarik melalui seminar terkait penelitian dan pengembangan Obat dan Makanan yang siap dihilirisasi, antara lain produk obat berasal dari stem cell (metabolit), albumin dari ikan gabus, produk darah, fitofarmaka, dan bahan pangan spesifik lokal.

“Kami mengharapkan kegiatan ini menjadi forum yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menginventarisasi penelitian yang berpotensi dihilirasi dan menjadi media komunikasi serta membangun intensive partnership dan sinergi antara ABG (academia, business dan government),” terangnya.

Lebih lanjut Penny menyampaikan bahwa hal ini akan menjadi kunci keberhasilan mendapatkan solusi atas kendala maupun gap yang dihadapi oleh para peneliti dan pelaku usaha dalam rangka percepatan hilirisasi hasil riset,” tambahnya.

Badan POM berkomitmen untuk terus menjalankan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2016 dengan mendorong percepatan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri obat, obat tradisional, dan pangan di Indonesia. Sebagai otoritas Obat dan Makanan di Indonesia, Badan POM melakukan pengawalan sepanjang product life cycle yang merupakan siklus mata rantai yang tidak dapat dipisahkan, karena merupakan satu kesatuan mencaku pre dan post-market.

Data yang diperoleh dari hasil evaluasi pre-market, khususnya yang menunjukkan risiko akan menjadi input bagi pengawasan post-market, agar risiko dapat dicegah, dikendalikan, atau diminimalisasi. Demikian juga sebaliknya data pengawasan post-market menjadi input untuk evaluasi produk yang sedang dalam proses registrasi atau perizinan.

“Siklus ini merupakan unsur kritikal bagi efektivitas perlindungan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan masyarakat,” tutup Kepala Badan POM.

Join The Discussion