JAKARTA– Sebagian besar realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi dan kabupaten/kota dinilai masih rendah dan cenderung mengejar target realisasi di kuartal ke-IV, atau sebelum akhir tahun anggaran. Selain itu, kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan penyerapan anggaran juga tidak sama, dan pembelanjaan pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan masyarakat kurang maksimal. Berdasarkan data realisasi anggaran dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019, masih terdapat beberapa provinsi yang realisasi belanjanya di bawah 85 persen. Sementara pada 2020, sebagian besar provinsi realisasi belanjanya di bawah rata-rata nasional, yaitu 83,59 persen. Rendahnya penyerapan anggaran ini dapat berakibat tidak maksimalnya pelayanan kepada masyarakat.
Berangkat dari persoalan itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri menggelar diskusi kajian aktual bersama pakar dan pemerintah daerah secara daring untuk menemukan strategi percepatan penyerapan APBD, Jumat (26/02/2021). Badan Litbang sebelumnya telah melakukan diskusi internal terkait rendahnya penyerapan APBD.
Kepala Badan Litbang Agus Fatoni, dalam sambutannya yang dibacakan Sekretaris Badan, Kurniasih menjelaskan, dari hasil diskusi sebelumnya didapatkan informasi, bahwa setidaknya ada enam faktor yang diduga menyebabkan keterlambatan dalam realisasi APBD yaitu: keterlambatan penetapan peraturan daerah (Perda) terkait APBD; keterlambatan kontrak pekerjaan; keterlambatan penyelesaian pekerjaan; ketidaksediaan dana; keterlamabatan pencairan; dan masalah sumber daya manusia. Berbagai temuan sementara tersebut bakal didalami lebih lanjut termasuk mencari solusinya
Kepala Pusat Litbang Pembangunan dan Keuangan Daerah, Sumule Tumbo, menjelaskan sejumlah temuan sementara Badan Litbang Kemendagri tersebut. Misalnya terkait dengan keterlambatan penetapan Perda terkait APBD. Ia menyebutkan, sejumlah regulasi telah mengatur penyusunan APBD termasuk sanksi yang diterima daerah bila terlambat mengesahkan APBD sesuai jadwal.
Kemendagri, lanjut Sumule, setiap tahunnya juga telah mengeluarkan Permendagri tentang pedoman penyusunan APBD. Pedoman ini dapat menjadi landasan pemerintah daerah dalam melakukan penyusunan, sehingga baik pemerintah daerah maupun DPRD dapat menyusun dan menetapkan APBD sesuai waktu yang ditentukan. “Secara regulasi saya kira lengkap dan tegas menjadi landasan semua pemerintah daerah untuk tepat waktu menetapkan perda APBD,” katanya.
Hadir sebagai pembicara, Pakar Universitas Indonesia Deddi Nordiawan menjelaskan ada banyak hal yang menjadi ukuran kualitas pengelolaan keuangan daerah, salah satunya adalah realisasi APBD. Ia menyebutkan, APBD merupakan alat fiskal yang menentukan kesejahteraan rakyat yang pelaksanaannya dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan realisasinya.
Adapun tujuan dari kegiatan ini diharapkan dapat merumuskan strategi percepatan penyerapan APBD. Rumusan itu bakal menjadi bahan rekomendasi kepada Menteri Dalam Negeri, kemeterian dan lembaga terkait, serta pemerintah daerah dalam mengatasi pemasalahan rendahnya penyerapan APBD.