News

Baca Jurnal Diwajibkan

PADANG — Kebiasaan membaca yang belum terbentuk dalam masyarakat membuat mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi di Indonesia juga minim membaca jurnal dan membuat karya tulis ilmiah. Sejumlah perguruan tinggi mencoba membuat terobosan untuk menumbuhkan budaya baca dan tulis ini. Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) Ganefri, dalam acara bincang-bincang di Minang Book Fair 2017 di Padang, Sumatera Barat, akhir pekan lalu, mengatakan, budaya baca di kalangan mahasiswa dan dosen masih perlu dirangsang. Di UNP, pihak universitas menyediakan jurnal ilmiah yang wajib dibaca mahasiswa dan dosen. ”(Ada) Kebutuhan jurnal untuk membuat mahasiswa dan dosen memahami perkembangan baru di bidang ilmunya.

Kami biasakan mencari literatur tulisan dari jurnal,” ujar Ganefri. Rektor Universitas Andalas (Unand) Tafdil Husni menambahkan, membangun budaya baca di masyarakat secara umum dan di kalangan perguruan tinggi menjadi perhatian pihaknya. Menurut Tafdil, pihak kampus telah menetapkan syarat mencantumkan referensi dari jurnal saat pembuatan skripsi.

Bantu penerbitan

Adapun untuk dosen, kampus memberikan insentif bagi dosen untuk menerbitkan buku. Caranya, Unand bekerja sama dengan sejumlah penerbit. Saat dies natalis ke-60, Unand membantu penerbitan 60 buku dari kalangan akademisi. ”Soal kewajiban publikasi untuk dosen, terutama guru besar, juga jadi perhatian. Kami berikan dukungan untuk menghasilkan riset yang bagus. Didukung dengan kemampuan membaca dan riset yang baik, publikasi ilmiah pun akan bermutu,” papar Tafdil. Rektor Universitas Baiturrahmah, Padang, Musliar Kasim mengemukakan, kewajiban membaca buku-buku tertentu sejak di sekolah membuat kebiasaan membaca akan terbangun.

”Sebenarnya, dalam Kurikulum 2013, dorongan meningkatkan kebiasaan membaca untuk mendukung pembelajaran sudah di- bangun,” ujar Musliar yang juga mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Secara terpisah, Ketua Tim Penilaian Angka Kredit Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Yanuarsyah Haroen menuturkan, budaya ilmiah dengan membudayakan membaca, riset, hadir dalam konferensi internasional, dan menerbitkan karya ilmiah belum dimiliki semua perguruan tinggi (PT) di Indonesia. ”Seharusnya dosen bisa produktif berkarya, apalagi ketika menjadi guru besar.

Akan tetapi, untuk produktif juga butuh dukungan dalam menghasilkan riset yang berkualitas serta terus berjejaring dengan menghadiri konferensi internasional di bidang ilmunya. Dukungan budaya ilmiah seperti ini belum dimiliki semua PT,” tutur Yanuarsyah. (IFR/Harian Kompas)

Join The Discussion