News

Aspphami : Kerugian akibat rayap di Indonesia cukup besar

JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (Aspphami) mengklaim potensi pasar jasa pengendalian hama di Tanah Air masih terbuka lebar. Pasalnya, kerugian akibat rayap di Indonesia mencapai hingga triliunan rupiah. 

Boyke Arie Pahlevi, Ketua Umum Aspphami, di sela-sela seminar The 12th Pacific-Rim Termite Research Group (PRTRG) yang digelar di Yogyakarta, hari ini mengatakan, kondisi iklim dan tanah di Indonesia sangat mendukung kehidupan rayap. “Hampir 70% wilayah di Indonesia berpotensi terhadap serangan rayap,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (21/3).

Menurutnya, aktivitas rayap sebagai hama, baik pada perumahan, bangunan gedung, perkebunan dan kehutanan telah menimbulkan kerugian ekonomis yang sangat besar.

“Kami memperkirakan, kerugian ekonomis yang ditimbulkan oleh rayap secara nasional Rp 2,8 triliun setiap tahunnya,” kata Boyke.

Menurutnya, ratusan perusahaan pengendali rayap telah berdiri selama dua dekade terakhir. Ratusan milyar rupiah dana telah digunakan untuk pengendalian serangga tersebut, termasuk penelitian dan pengembangan produk-produk anti rayap.

Saat ini sedikitnya ada 700 perusahaan lokal jasa pengendalian hama. Menurutnya, besarnya pasar pengendalian hama Indonesia tidak luput dari perhatian perusahaan asing untuk berlomba-lomba masuk menangkap peluang dan menempatkan Indonesia sebagai pasar potensial dan negara tujuan investasi.

Sulaeman Yusuf, Kepala Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga merupakan President PRTRG, mengatakan bahaya serangan rayap di Indonesia sudah sangat menghawatirkan, namun kesadaran masyarakat masih rendah.

“Masyarakat kita belum tumbuh kesadaran bagaimana cara mengendalikannya,” tambah Sulaeman.

Menurutnya, selama ini masyarakat masih berfikir bila bagian rumah diserang rayap akan dibiarkan saja atau hanya menggantinya dengan kayu baru, atau bahkan mengganti dengan bahan metal yang memang tidak bisa dimakan rayap, padahal sebenarnya masyarakat masih menginginkan bahan-bahan dari kayu.

Dia memaparkan, PRTRG digelar untuk menumbuhkan dan memelihara kolaborasi antar universitas, institusi riset dan industri pengendalian hama.

“Kami berharap melalui pelaksanaan PRTRG yang ke-12 ini dapat mengakselerasi pertumbuhan riset dasar dan terapan di bidang biologi rayap dan pengendaliannya,” lanjutnya.

Seperti diketahui, PRTRG merupakan komunitas ilmiah penting di kawasan pasifik yang dibentuk pada tahun 2004. Kali ini Peserta PRTRG dihadiri dari 14 Negara, antara lain Indonesia, Thailand, Sri Lanka, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Vietnam, Filipina, China, Jepang, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Singapura. (KONTAN.CO.ID )

Join The Discussion