News

Akademisi IAIN Ambon Ingatkan Potensi Radikalisme di Maluku

Dikutip dari gatra.com, Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Dr. Saidin Ernas mengingatkan para pimpinan perguruan tinggi di Maluku terkait potensi radikalisme dan terorisme di daerah ini.
“Para pemimpin perguruan tinggi di Maluku selama ini melakukan pendekatan sangat struktural dan tidak bisa melihat dinamika sosiologis kalangan mahasiswanya,” ujar Saidin, saat menjadi salah satu pembicara dalam seminar bertema “Data dan Pendekatan dalam Penanganan dan Pencegahan Aksi Radikalisme dan Terorisme (Kekerasan Ekstrimisme) di Maluku, yang berlangsung di Ambon, Kamis (8/8/2019).
Berbicara pada seminar sehari yang digelar Ambon Reconciliation and Mediation Center (ARMC) IAIN Ambon dan The Habibie Center ini, Saidin menegaskan diperlukan sistem peringatan dini untuk menangkal faham radikalisme dan terorisme yang mulai merebak di kampus-kampus perguruan tinggi di Maluku.
“Di daerah lain mungin hal ini sudah biasa tetapi khusus di Ambon dan Maluku perlu ada sistem peringatan dini untuk memastikan bahwa kampus perguruan tinggi tidak mudah terpapar faham radikalisme,” katanya
Saidin menyebutkan, berbagai data yang ada menunjukkan Maluku selama ini dianggap sebagai salah satu titik panas simpul kekerasan di Indonesia, karena berkaca dari sejarah konflik yang melanda provinsi ini pada tahun 1999.
“Tetapi dalam konteks terorisme dan radikalisme sendiri itu merupakan masalah berbeda yang perlu dilihat secara cermat dan mendalam,” ujarnya.
Menurut Saidin, memang data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) maupun oleh The Habibie center misalnya, tidak memperlihatkan perkembangan yang menguatirkan.
“Tetapi hal ini perlu terus diwaspadai mengingat perkembangan faham radikalisme selalu tumbuh dari fenomena yang kecil berkembang menjadi luas,” katanya.
Saidin bahkan menyampaikan, jika dirinya mendapat informasi dari rekannya yang menjadi dosen Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, tentang perubahan prilaku kalangan mahasiswa mereka, yang cenderung menunjukkan sikap-sikap lebih eksklusif dan radikal.
“Bahkan belakangan mereka mengeksploitasi masalah lainnya hingga ke tingkat menganggap orang orang lain sebagai kafir dan sebagainya,” tuturnya.
Ini bagi Saidin, sebetulnya sudah menguatirkan meskipun dalam jumlah masih sangat kecil. “Kita perlu mencari tahu siapa kelompoknya serta aktor yang memiliki jaringan ke kampus, karena umumnya mereka mengembangkan jejaring keluar dan berhubungan dengan pihak yang disebut sebagai mentor,” imbaunya.
Akademisi IAIN Ambon ini lantas berharap, ke depan perlu dilakukan riset lebih intensif dan komprehensif, untuk membaca fenomena radikalisme yang mulai merebak di kalangan kampus di Maluku, dan kemudian ditentukan langkah-langkah penanganan yang perlu segera dilakukan kalangan perguruan tinggi.
Sedangkan dalam jangka pendek, lanjut dia, perlu ada sinergitas antara pimpinan perguruan tinggi dan kelompok kepentingan yang selama ini menangani proram-program radikalisasi, guna memastikan jaringan yang terbangun serta indikasi perkembangannya di kalangan kampus di Maluku.
“Langkah-langkah yang dilakukan bisa bersifat preventif dan jika sudah ada fakta yang membuktikannya, maka perlu dilakukan langkah bersifat kuratif untuk membersihkannya,” imbuhnya.
Pendekatan yang digunakan selama ini, dinilai Saidin, menghindari persoalan dan tidak menyelesaikan masalah. Ini kata dia, ibarat sakit demam tetapi tidak meminum antibiotik untuk menangkal bibit penyakitnya.
Jika akar masalah masuknya faham radikalisme di kalangan kampus, Saidin sarankan, mahasiswa yang telah terpapar harus segera dirangkul dan dibina.
“Para pimpinan perguruan tinggi harus memberikan kontribusi deradikalisasi di situ, jangan cuma sekedar melarang tetapi tidak terlibat menyelesaikannya secara intensif,” pungkasnya.

Join The Discussion