News

Ternyata Kulit Kayu Kesambi Bisa jadi Deodorant

SURABAYA – Bermaksud mengangkat potensi daerah, Yudith Pratusi (22), mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya) membuat inovasi dari tanaman lokal Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai bahan tugas akhir.

Dari studi literatur yang ia lakukan selama hampir 1 tahun, ia menemukan ada 3 kayu khas kampungnya, yaitu Cendana, Kemiri dan Kesambi. Berbeda dengan Cendana dan Kemiri yang banyak dikembangkan, pohon Kesambi selama ini hanya dijadikan tanaman jalan dan bahan bakar pengasapan ikan.

“Saya cari informasi agak sulit tentang Kesambi ini karena memang jarang penelitiannya. Tetapi ada riset tahun 2015 yang mengungkapkan adanya kandungan anti bakteri dalam kayu ini. Makanya bagus untuk pengasapan juga,” papar mahasiswi kelahiran Kupang, 24 Maret 1995 ini ketika ditemui di Laboratorium Farmasi Fisika gedung FA lantai 1 Kampus Ubaya Tenggilis jalan Raya Kalirungkut Surabaya, Selasa (9/1/2018).

Sulung 2 bersaudara ini mengungkapkan pohon Kesambi juga digunakan sebagai obat kulit yang sangat manjur oleh masyarakat setempat secara turun temurun.
Dalam beberapa penelitian, cairan ekstrak dari kulit kayu Kesambi mengandung dua jenis zat. Yaitu zat Taraxerone dan zat Tricadinenic acid A yang memiliki antimikroba dan antioksidan.
Karena manfaat anti bakterinya, Yudith berusaha memanfaatkannya sebagai Deodoran yang mekanismenya digunakan menghambat bakteri di ketiak.

“Bau badan disebabkan oleh adanya pertumbuhan bakteri yang terdapat pada aksila (ketiak) yang mendegradasi sekresi dari kelenjar apokrin, Penanganan terhadap bau badan sendiri sudah menjadi kebutuhan untuk meningkatkan kepercayaan diri manusia.” ungkap Yudith Pratusi mahasiswi Fakultas Farmasi yang sedang mengambil profesi Apoteker ini.
Sebelum dijadikan deodoran, diperlukan pembuatan ekstrak atau sari dari kulit kayu Kesambi.

Kemudian hasil ekstrak tersebut dilakukan formulasi dan evaluasi stabilitas pH pada deodoran yang mengandung ekstrak kulit kayu Kesambi. Tujuannya untuk mengetahui apakah produk tersebut sudah aman dipakai atau belum. Yudith melakukan pengembangan pada 6 formula sediaan deodoran dengan ekstrak etanol kulit kayu Kesambi yang kemudian diambil 3 formula terbaik untuk dievaluasi stabilitas pH. 

“Bahan-bahan yang digunakan dalam formula tersebut adalah Carbopol 940 sebagai pembuat deodoran dengan menggunakan rentang safety dari BPOM, Gliserin, Etanol sebagai pelarut untuk menghasilkan zat yang diinginkan. Kemudian ada Triethanolamine sebagai netralisir, DMDM Hidantoin, dan ekstrak kulit kayu Kesambi,” jelas Yudith mahasiswi angkatan 2013.

Setelah memilih 3 formula terbaik dari 6 formula, ketiga formula tersebut kemudian diuji stabilitas pH. Dari hasil formulasi dan evaluasi stabilitas, diambil 1 formula deodoran yang mengandung ekstrak kulit kayu Kesambi yang mempunyai pH stabil yang disesuaikan dengan pH kulit.

Selain itu dipilih kekentalan cairan yang tidak terdapat perubahan warna selama 30 hari penyimpanan dan memiliki kekentalan gel yang pas untuk digunakan. “Formula yang saya buat sudah terbukti menghilangkan bakteri, namun perlu ada penelitian lanjutan jika ingin diproduksi masal terkait dengan jangka waktu deodoran ini membunuh kuman”, tambahnya.

Menurutnya, ia tidak menemukan kesulitan dalam pembuatan deodoran. Hanya saja kesulitannya pada penentuan formula yang tepat, karena membutuhkan berbagai pengujian. Christina Avanti, dosen pembimbing Yudith mengungkapkan Yudith memang cukup kesulitan mencari literatur dasar dalam penelitian pohon kesambi sehingga ia berharap ke depannya akan ada penelitian lanjutan yabg bisa menjadi kajian literatur peneliti lainnya dalam mengembangkan potensi lokal NTT.

“Yudith adalah satu putra daerah, harapan saya masih banyak lagi putra daerah yang dapat mengembangkan potensi daerah,”pungkasnya. (IFR/Tribunnews.com)

Join The Discussion