News

Merintis Jalan Calon Peneliti Indonesia

Pada 2017 menjadi penyelenggaraan ke 49 lomba karya ilmiah remaja (LKIR) oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hampir setengah abad, ajang kompetisi ilmiah ini berhasil membibit calon-calon periset Indonesia.

Saat menjadi narasumber dalam ajang LKIR beberapa waktu lalu, Laksana Tri Handoko, membuka rahasianya sebagai alumni LKIR LIPI. Minatnya sebagai peneliti tumbuh seiring dengan kemenanganya dalam ajang tersebut. Kini, Laksana merupakan salah satu peneliti senior di LIPI. Ia menduduki jabatan sebagai Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI.

Tak terhitung, para peneliti lain jebolan LKIR LIPI yang sukses meniti karier sebagai peneliti dan berkiprah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Sebagai wadah untuk menyalurkan minat generasi muda pada penelitian, LIPI dengan LKIR-nya memang cukup berhasil mengantarkan remaja-remaja di seluruh Indonesia untuk melirik dunia penelitian.

Ribuan proposal penelitian yang masuk ke LIPI setiap tahunnya, setidaknya menjadi satu penanda. Belum lagi jebolan LKIR LIPI yang berhasil memenangi berbagai kompetisi ilmiah di kancah internasional.

LKIR sendiri, merupakan salah satu program kompetisi ilmiah tahunan yang rutin di selenggarakan oleh LIPI sejak 1968. Kompetisi ini melibatkan para pelajar sekolah lanjutan tingkat atas, baik SMA maupun SMK se Indonesia.

Para pelajar ini mengirimkan proposal-proposal penelitian yang nantinya akan dipilih berdasarkan empat kategori bidang ilmu pengetahuan. Ada ribuan proposal yang masuk setiap tahunnya dan 60 proposal yang terpilih akan mendapatkan mentoring dan melakukan penelitian di bawah bimbingan peneliti LIPI.

Selama melakukan penelitian, para peneliti remaja ini juga dibekali dengan materi-materi penelitian lain termasuk metodologi penelitian dan juga pelatihan untuk mempresentasikan hasil penelitian mereka.

Tahun ini, terpilih sejumlah pemenang dari empat bidang keilmuan yang dilombakan. Yakni bidang ilmu pengetahuan hayati yang dimenangkan oleh pelajar dari SMA Internasional Budi Mulia 2 Yogyakarta; bidang ilmu pengetahuan kebumian dan kelautan oleh pelajar dari SMA Santa Laurensia, Jakarta; bidang ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan yang diraih pelajar SMA 2 Bengkulu Selatan, dan bidang ilmu pengetahuan teknik dari SMAK Penabur, Gading Serpong, Tangerang.

Regenerasi Peneliti Indonesia

Sebagai lembaga riset tertua di Indonesia, LIPI cukup konsisten untuk mendukung dan meningkatkan minat para generasi muda di bidang sains. Di tengah beragamnya profesi generasi muda saat ini, LKIR mengajak generasi muda untuk mengenal dunia penelitian dan profesi sebagai reseacher. Indonesia sendiri masih membutuhkan banyak peneliti untuk menjadi negara yang maju di masa mendatang.

“Indonesia butuh banyak calon-calon peneliti. Dan Indonesia akan maju jika ditopang dengan generasi muda yang berdedikasi sebagai calon peneliti,” kata Laksana Tri Handoko saat malam penganugrahan ISE 2017, beberapa waktu lalu.

Saat ini, Indonesia mengalami krisis peneliti. Jumlah peneliti Indonesia dinilai masih minin. Data dari organisasi bidang pendidikan, keilmuan da kebudayaan PBB (UNESCO) rasio jumlah peneliti di Indonesia pada 2016 yaitu 89 peneliti per 1 juta penduduk Indonesia. Jumlahnya kalah jauh dari negara tetangga, Singapura yang memiliki 6.658 peneliti per satu juta penduduknya.

Melalui LKIR-nya, diharapkan LIPI dapat membibit para calon ilmuan Indonesia yang nantinya bisa menentukan arah perkembangan bangsa melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Selama ini LIPI terus konsisten untuk mendorong dan meningkatkan minat generasi muda di bidang sain melalui berbagai kompetisi ilmiah yang kami selenggarakan,” tambah Laksana.

Masih menurut Laksana, dengan minat yang tinggi pada dunia riset, maka akan menumbuhkan optimisme tersendiri bagi masa depan Indonesia yang maju dan berdaya saing. “Dengan generasi muda yang banyak menelurkan karya ilmiah maka Indonesia bisa mempercepat kemajuan sehingga mampu berdaya saing di tingkat global,” tambah Laksana. nik/R-1

Menumbuhkan Minat

Bermula dari Youth Science Club ( YSC), karya ilmiah remaja menjadi salah satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah. Dari sinilah, minat remaja pada dunia riset dipupuk hingga memperoleh apresiasi di tingkat nasional melalui LKIR-LIPI.

“ Yang paling penting kan bagaimana menumbuhkan minat pelajar ke dunia penelitian,” kata Wahyu Juliastuti, beberapa waktu lalu. Wahyu merupakan guru SMK Negeri 1 Bontang, Kalimantan Tengah. Sekolahnya termasuk salah satu yang rajin mengirimkan pelajarnya pada ajang LKIR-LIPI.

Bagi Wahyu, Indonesia merupakan surga untuk kegiatan penelitian dengan segala potensi yang dimiliki. Kegiatan lomba karya ilmiah menjadi salah satu wadah untuk menumbukan minat tersebut. Terlebih, dengan semakin beragamnya pilihan profesi yang ada saat ini. “Jadi profesi sebagai peneliti memang harus mulai dikenalkan sedari mereka remaja,” tambah Wahyu.

Terlepas, apakah akan berkiprah di dunia riset atau tidak, namun bagi Muhammad Farhan, LKIR merupakan kesempatan awal untuk mengenal dunia penelitian dan profesi peneliti. “Saya senang ketika bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak,” kata Farhan.

Farhan sendiri merupakan pemenang LKIR-LIPI tahun lalu. Saat itu ia dan rekannya memenangi juara pertama untuk bidang ilmu pengetahuan hayati. Risetnya adalah potensi ekstrak tangkai talas untuk mencegah penyakit ulkus peptikum.

Selain LKIR, LIPI memiliki sejumlah ajang kompetisi ilmiah lain untuk membibit calon-calon peneliti masa depan Indonesia. Salah satunya National Youth Inventor Award atau (NYIA). Seperti halnya LKIR, NYIA juga di selenggarakan rutin setiap tahun. Pemenangnya akan dikirim untuk berkompetisi di tingkat internasional. (IFR/Koran Jakarta)

Join The Discussion