JAKARTA – Hasil kajian yang dilakukan Pusat Litbang Pembangunan dan Keuda BPP Kemendagri menunjukkan adanya kesenjangan indeks biaya perpemilih pada masing-masing wilayah. Selain itu, penelitian juga menemukan adanya pengaruh incumbent dalam pembiayaan pilkada.
Menurut Plt. Kepala Puslitbang Pembangunan dan Keuda Sastri Yunizarti Bakry, Pilkada serentak yang selama ini dicita-citakan menghemat anggaran, tidak lantas membuat pembiayaan efektif dan efisien. Beberapa faktor menjadi penyebabnya.
“Hasil kajian Tim kami ternyata dipengaruhi beberapa faktor seperti dari sisi regulasi, struktur, dan kultur yang berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas pembiayaan pilkada, ” Ucapnya dalam pembukaan Diskusi Publik Model Pembiayaan Pilkada yang Efisien dan Efektif, di Mercure Hotel, Jakarta, Senin (6/11).
Sebelumnya, pada Kamis (2/11) Puslitbang Pembangunan dan Keuda BPP Kemendagri menyelenggarakan Diseminasi Model Pembiayaan Pilkada Serentak yang efisien dan efektif di tempat yang sama dengan mengundang beberapa narasumber seperti Ketua KPU Arif Budiman, Peneliti LIPi Sri Nuryanti dan beberapa narasumber lainnya.
Ketua KPU Arief Budiman menyebut memang pada banyak daerah terjadi pemotongan anggaran pilkada. Pilkada serentak terakhir menyebabkan terjadi penambahan tugas dan biaya.
“Tidak hanya persoalan pengadaan barang besarannya, namun tak menutup mata, juga berasal dari honor dan pokja yang tidak sedikit,” katanya, seraya mengatakan efisiensi dalam demokrasi memang keniscayaan.
Hak-hak semacam itulah yang kemudian ditangkap BPP Kemendagri. Dengan demikian bisa memetakan permasalahan yang timbul sebagai dampak pembiayaan yang berasal dari APBD dan APBN. Dari sana akan didapat model pembiayaan pilkada serentak yang lebih hemat.
Bahkan dari diskusi itu didapatkan masalah, yakni rata-rata dana yang diajukan untuk pelaksanaan Pilkada membengkak dibanding alokasi APBD. (MSR)