JAKARTA – Alibaba, e-commerce raksasa asal Cina mencoba mengepakkan sayap lebih lebar. Perusahaan yang didirikan oleh Jack Ma ini merilis “Alibaba DAMO Academy”, sebuah program yang sama sekali jauh dari bisnis inti Alibaba sebagai toko online. Alibaba DAMO Academy ternyata adalah penelitian dan pengembangan (litbang) yang akan fokus pada data intelligence, natural-language processing, quantum computing, dan machine learning. Apa untungnya bagi Alibaba?
Mengacu kaidah umum, litbang bagi perusahaan ibarat jantung bagi kelangsungan bisnis. Merujuk riset yang dilakukan PwC, hingga 2020 mendatang, perusahaan-perusahaan yang melakukan program litbang akan lebih mengalokasikan sumber daya seperti tenaga maupun dana, guna mengembangkan dunia perangkat lunak atau layanan berbasis data. Mirip seperti apa yang dilakukan Alibaba. Program litbang yang mengurusi masalah produk perangkat keras akan berkurang.
DAMO, yang merupakan singkatan dari Discovery, Adventure, Momentum, dan Outlook, akan dibuka di tujuh lokasi yang tersebar di seluruh dunia. Lokasi-lokasi tersebut ialah Beijing dan Hangzhou di Cina, Singapura, Moskow, Tel Aviv, Bellevue, dan San Mateo.
Dalam program litbang ini Alibaba telah merekrut 100 peneliti dari berbagai bidang. Nama-nama peneliti terkemuka seperti George Chruch, pendiri Personal Genome Project sekaligus peneliti Harvard University serta Jeanette Wing, direktur pada Science Institute Columbia University dan mantan Vice President Microsoft, telah resmi bergabung dalam program Alibaba DAMO Academy.
Alibaba menggelontorkan dana segar senilai $15 miliar dalam 3 tahun ke depan untuk program ini. Gelontoran uang skala besar untuk litbang bukan hanya cerita Alibaba saja. Selama 12 bulan terakhir, Amazon sebagai sang rival Alibaba, telah menggelontorkan uang yang lebih fantastis hingga $17,4 miliar untuk mendukung litbang mereka. Sehingga menempatkan Amazon di urutan pertama sebagai perusahaan menganggarkan biaya litbang terbesar. Jumlah ini terbilang sangat besar atau sekitar 12 persen dari total pendapatan Amazon tahun lalu $136 miliar.
Selepas Amazon, posisi kedua sebagai perusahaan yang merogoh dana besar untuk program litbang ialah Volkswagen atau VW, perusahaan otomotif asal Jerman mengalokasikan dana $15,1 miliar untuk litbang. Di urutan ketiga, ada Alphabet, induk usaha Google. Alphabet mengeluarkan uang senilai $14,5 miliar.
Berturut-turut, selepas Alphabet, perusahaan teknologi mendominasi daftar 10 besar perusahaan yang paling jorjoran untuk kepentingan riset, antara lain Intel ($12,8 miliar), Samsung ($12,8 miliar), dan Microsoft ($12,7 miliar).
Perusahaan-perusahaan teknologi mengisi 7 dari 10 perusahaan yang anggaran litbangnya terbesar. Di 10 besar itu, perusahaan bidang kesehatan hanya diwakili oleh dua pemain, Roche dan Merck. Selanjutnya, hanya terdapat 1 perusahaan di bidang otomotif, Volkswagen.
Fokus dan tak sayang untuk mengeluarkan anggaran jorjoran untuk litbang, secara langsung berdampak bagi perusahaan. Dengan litbang, berbagai inovasi bisa ditelurkan dan menghasilkan sisi positif bagi kemajuan perusahaan. Amazon, Google atau Alphabet, dan Apple termasuk yang bisa merasakannya.
Amazon duduk di posisi wahid dalam daftar perusahaan paling inovatif di dunia. Amazon dianggap sebagai perusahaan paling inovatif karena ia “menawarkan lebih banyak pilihan produk, lebih cepat, dan lebih pintar.” Amazon, memang penuh dengan inovasi-inovasi yang memanjakan penggunanya, bahkan merevolusi dunia digital. Gawai buku digital Kindle, adalah contoh inovasi penting Amazon yang sukses menghadirkan perubahan bagi para penggemar buku. Kindle, di tahun 2013 lalu, sukses mengukir rekor penjualan dengan 43,7 juta unit terjual. Perusahaan milik Jeff Bezos ini juga punya Amazon Go, sebuah aplikasi yang membawa revolusi berbelanja di toko ritel tanpa kasir.
Selain Kindle dan Amazon Go, ada juga Smart Speaker Echo yang sukses mengubah jalannya dunia digital. Echo diketahui merupakan pelopor di segmen speaker pintar atau smart speker yang hari ini diikuti banyak perusahaan top di bidang teknologi termasuk Facebook. Echo, hingga pertengahan tahun lalu telah dimiliki 18,8 juta pengguna. Angka ini menempatkan Echo duduk di posisi teratas mengalahkan speaker pintar kompetitor seperti Google Home.
Posisi kedua sebagai perusahaan paling inovatif adalah Google. Ini sejalan dengan posisi Alphabet yang menempati posisi ke-3 sebagai anggaran litbang terbesar. Google dengan berbagai ragam layanan seakan mendikte kehidupan digital banyak manusia modern saat ini. Inovasi seperti Google Assistant, Deepmind, mobil swakemudi Waymo, sukses membuat dunia takjub oleh Google.
Selain Amazon dan Google, Apple adalah perusahaan lain yang masuk 10 besar perusahaan inovatif. Apple, yang menyediakan uang $10,8 miliar untuk program litbang, menempati posisi ke-4 sebagai di jajaran perusahaan paling inovatif. Jumlah sebesar itu tumbuh 30 persen dari budget anggaran tahun sebelumnya. iPhone dan Apps Store merupakan dua produk Apple yang merevolusi dunia digital hari ini.
Nama-nama lain seperti Uber, Snapchat, Facebook, Netflix, dan Spotify masuk daftar perusahaan paling inovatif selanjutnya. Perusahaan-perusahaan ini sukses merevolusi dunia digital dengan layanan atau produk yang ditawarkan. Uber, sukses merevolusi segmen transportasi. Snapchat, sukses menghadirkan media sosial yang berbeda dibandingkan pesaing lainnya. Facebook, sukses dengan konsep media sosial. Netflix dan Spotify, sukses dengan konsep menghadirkan konten-konten kreatif, film dan musik, ke ranah digital dengan cara berlangganan.
Benang merahnya, perusahaan-perusahaan teknologi banyak menguasai daftar perusahaan yang royal pada anggaran litbang dan sekaligus masuk daftar perusahaan paling inovatif. Selain itu, perusahaan-perusahaan itu juga paling bernilai. Forbes membuat daftar perusahaan paling bernilai, lagi-lagi daftar 10 besarnya adalah mayoritas perusahaan teknologi, antara lain Apple (posisi 1), Google (posisi 2), Microsoft (posisi 3), Facebook (posisi 4), Amazon (posisi 6), Samsung (posisi 10).
Gelontoran anggaran litbang yang besar tak bisa dipungkiri mempengaruhi pelbagai capaian inovasi dan nilai sebuah perusahaan. Namun, dalam sebuah sesi wawancara dengan Fortune pada 1998 silam, pendiri Apple, Steve Jobs termasuk yang tak melihat sepenuhnya uang menjadi faktor utama perusahaan bisa berinovasi dengan baik. Sebuah sisi lain bagaimana Jobs melihat inovasi sebagai sebuah proses dari sebuah perusahaan teknologi.
“Inovasi tak ada kaitannya dengan seberapa banyak dolar yang Anda anggarkan untuk litbang…Ini bukan soal uang. Ini soal orang-orang di belakang Anda, bagaimana Anda memimpinnya, dan bagaimana Anda mendapatkannya,” kata Jobs. (TIRTO.ID)