News

Ryas Rasid: Kemendagri Perlu Kaji Model Pembangunan Perbatasan

JAKARTA – Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai Demokrat tentang Pembangunan Daerah sebagai Beranda Depan NKRI, Pakar Otonomi Daerah Ryas Rasid menyarankan Kementerian Dalam Negeri mengkaji model pembangunan yang tepat untuk diterapkan di daerah perbatasan. Dalam kesempatan tersebut, Ryas mencontohkan program Bupati Malinau yang sukses dengan program desa membangun. Program tersebut melibatkan masyarakat secara langsung. Kepala Desa di Malinau diberikan kewenangan layaknya Bupati, sehingga pembangunan bisa dilakukan dengan cepat.

“Seharusnya Kemendagri membuat kajian model pembangunan daerah perbatasan yang kemudian bisa diaplikasikan di daerah perbatasan lainnya. Contohnya seperti yang dilakukan Yansen Tipa Padan di Malinau, Kalimantan Utara, coba diundang oleh BPP Kemendagri untuk dikaji. Selama ini kan hanya melakukan kajian sendiri-sendiri,” sarannya dalam pertemuan tersebut di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta.

Dalam acara yang dihadiri Mendagri Tjahjo Kumolo tersebut, Ryas juga mengatakan perlu adanya legitimasi atau UU terkait perbatasan. Pasalnya selama ini perbatasan tidak pernah lepas dari isu keamanan, keterbelakangan, dan kesejahteraan masyarakatnya.

“Dengan UU perbatasan akan terkelola dengan baik, karena ada nomenklatur yang jelas. Perbatasan merupakan simbol utama kesejahteraan bangsa. Kesejahteraan perbatasan akan membuat negara semakin memiliki eksistensi,” katanya.

Perbatasan merupakan bagian suatu negara yang saat ini membutuhkan perhatian dari pemerintah dan DPR. Anggota Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik menyarankan hal yang sama, menurutnya DPR perlu mengawal lahirnya UU Perbatasan. Erma juga menyarankan, agar BNPP tidak diurus oleh Kemendagri. Perbatasan menurutnya harus menjadi perhatian penting pemerintah tidak hanya teori perbatasan sebagai garda terdepan bangsa.

“Banyak hal yang menjadi tantangan pemerintah terkait perbatasan, seperti minimnya pendekatan di berbagai sektor. Kemudian perlu merevitalisasi BNPP, kalau perlu dibuat setingkat Kemeterian. Namun apabila itu tidak memungkinan, maka BNPP bisa digabung dengan kementerian yang menangani daerah tertinggal. Kemendagri tidak cocok mengurus perbatasan, dikarenakan sudah mengurusi 500 daerah,” ucap Erma.

Hal itu sejalan dengan pemikiran Ryas. Menurut Ryas kementerian yang menangani desa sebaiknya kembali ke Kemendagri. Selanjutnya BNPP bisa disatukan dengan daerah tertinggal. Perbatasan menurut Ryas harus menjadi prioritas utama pembangunan.

Menteri Dalam Negeri Tajhjo Kumolo mengatakan, sejak tiga tahun terakhir pemerintah Joko Widodo fokus membangun infrastruktur yang salah satunya adalah perhatian lebih pada daerah perbatasan. Tercatat selama menjabat telah meresmikan 9 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan akan terus dilakukan. “Hal itu tentu sejalan dengan Nawacita membangun Indonesia dari pinggiran. Taget pengelolaan perbatasan pada tahun ini yaitu membangun 10 pusat kegiatan strategis nasional, melakukan pembangunan di 150 kecamatan lokasi prioritas, serta membangun 7 PLBN terpadu dan kawasan pendukung PLBN.

Cita-cita menjadikan perbatasan sebagai garda terdepan bangsa semoga tidak hanya teori. Perlu ketegasan dan keseriusan pemerintah dalam mewujudkannya. Kesejahteraan masyarakat perbatasan menjadi kunci sebuah negara memiliki eksistensi. Pemerintah perlu melihat bagaimana keseriusan negara lain dalam membangun perbatasan. Presiden Amerika Donald Trump dan Mao Zedong pada 1969 menjadi contoh bagaimana pemerintah memberikan perhatian lebih kepada perbatasan meski menuai banyak kontroversi. Untuk memproteksi para pendatang dan imigran, Trump membuat kebijakan membangun tembok di sepanjang perbatasan Amerika dengan Meksiko. Begitu juga yang dilakukan Mao Ze Dong ketika Tiongkok terlibat konflik dengan Uni Sovyet. Tiongkok ketika itu berani menempatkan 1 juta prajurit di sepanjag perbatasan. Kedua pemimpin tersebut bisa menjadi contoh ketika bagaimana pemerintah memperlakukan perbatasan. (MSR)

Join The Discussion