JAKARTA – Di media-media sosial, kita sering mengungkapkan pendapat atau perasaan kita terhadap suatu hal. Mulai dari teriknya sengatan matahari yang bisa setiap hari dikeluhkan hingga hal-hal yang saking seriusnya bisa memutus hubungan pertemanan karena beda pendapat seperti saat pilpres berlangsung.
Biasanya, kita menyelipkan emoji untuk semakin menegaskan emosi yang dimunculkan dalam kiriman kita tersebut.
Di MIT, seorang peneliti membuat algoritma yang mampu mendeteksi sarkasme dan secara umum mengetahui konteks emosi yang ingin kita bagikan.
Bagi banyak merk dan produk ternama, pendeteksian sentimen yang muncul di media sosial sangat bermanfaat untuk mengukur sikap terhadap mereka, serta mengidentifikasi kemunculan tren baru di pasar.
Akan tetapi penelaahan makna yang terkandung di kicauan maupun komentar yang ada dapat menolong komputer untuk secara otomatis menemukan dan menyingkirkan ujaran kebencian atau pelecehan lainnya di dunia maya.
Bagi para akademisi, pemahaman yang lebih mendalam terhadap Twitter membantu mereka mengerti bagaimana informasi serta pengaruh mengalir di dalam jejaring tersebut.
Lebih jauh lagi, dengan semakin cerdasnya sebuah mesin, kemampuan untuk menalar emosi yang muncul dapat menjadi fitur penting dalam hal komunikasi antara manusia dengan mesin.
Penelitian ini awalnya dimaksudkan untuk mendeteksi kicauan-kicauan rasis di Twitter, namun seiring berjalannya penelitian ini disadari bahwa tidak mungkin memahami pesan-pesan yang ada tanpa adanya pengertian terkait sarkasme itu sendiri.
Rahasia untuk melatih algoritma yang menggunakan metode deep learning ini adalah telah banyakanya kicauan yang menggunakan sistem pelabelan emosi yang telah populer: emoji.
Dengan menggunakan bantuan dari sistem ini untuk membaca kicauan bermuatan emosi secara umum, para peneliti selangkah lebih maju untuk mengajarkan algoritma mereka cara mengenali sarkasme.
Untuk melatih algoritma yang dinamakan DeepMoji ini para peneliti mengumpulkan 55 milyar kicauan, dan menyeleksi 1,2 milyar yang mengandung kombinasi dari 64 emoji populer.
Pada awalnya DeepMoji dilatih untuk memprediksi emoji apa yang akan digunakan untuk menggambarkan perasaan tertentu, misalnya gembira, sedih, lucu, dan sebagainya.
Setelah itu, sistemnya diajarkan untuk mengidentifikasi sarkasme menggunakan sekelompok data contoh.
DeepMoji diujicoba untuk melawan manusia, dengan cara meminta sukarelawan untuk menemukan kicauan bernada sarkasme dan emosi lainnya. Ternyata, DeepMoji memiliki akurasi 82 persen, lebih baik dibandingkan akurasi manusia yang hanya 76 persen. (IFR/Kumparan.c0m)