Jakarta – Pemerintah tengah berupaya membuat peraturan soal keterbukaan data. Hal ini guna meningkatkan kualitas dan kuantitas riset di Tanah Air.
Hal tersebut disampaikan Robertus Theodore, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden saat peluncuran Tonggak.id di Menara Kibar, Kamis sore (20/7/2017).
Dia mengatakan upaya untuk melakukan keterbukaan data sudah dimulai lewat penerapan Open Goverment pada 2014 silam. Namun pada prosesnya tidak berjalan mulus.
“Ini seperti mengurai benang kusut,” kata Robertus.
Karena itu saat ini pemerintah coba membuat fondasi agar ke depan keterbukaan data dapat dengan mudah diakses siapa saja. Fondasi akan berwujud Peraturan Presiden.
“Regulasi sekarang belum kuat. Minta dulu datanya baru dikasih. Jika ada Perpres akan memaksa lembaga untuk berbagi data internal ke sesama lembaga pemerintahan maupun publik,” jelas Robertus.
“Saat ini untuk mendapatkan data untuk riset aja harus bayar. Gimana hasil riset bakal bagus kalau datanya dijual.,” imbuhnya.
Lebih lanjut Robertus mengatakan adanya rencana Perpres keterbukaan data ditanggapi beragam oleh lembaga pemerintah pusat maupun daerah. Menurutnya masing punya semangat berbeda karena keterbatasan tekad, teknologi dan sumber daya manusia, serta adanya ego struktural.
“Tapi ada lembaga dan pemerintah daerah yang sudah bagus, seperti Kemendikbud, Pemerintah Jakarta dan Bandung. Mereka sudah punya visi keterbukaan data. Semua memang tergantung pemimpinnya,” paparnya.
Data Penting Untuk Riset
Berbicara di tempat yang sama, Dr Eddy Junarsin MBA, Kepala Sub Dir, Pengembangan Usaha Universitas Gajah Mada mengatakan riset menjadi pilar semua aktivias. Karenanya keterbukaan data dirasa sangat penting untuk mendorong hasil riset.
“Sebuah negara yang ingin maju tergantung kualitas risetnya. Untuk menghasilkan riset yang baik, kuncinya adalah data,” kata Eddy.
Sayangnya kualitas riset di Indonesia dinilai Eddy masih kalah baik dengan negara lain. Alasannya karena secara teknologi, alat riset yang digunakan masih kurang mumpuni.
Namun alasan tersebut sejatinya sudah tidak berlaku lagi sekarang ini. Sebab kesenjangan teknologi sudah berkurang, sekarang tinggal kualitas datanya yang menentukan.
Karena itu Eddy mendukung adanya keterbukaan data. Sehingga akan membantu kalangan akademisi meningkatkan riset mereka.
“Negara maju punya data yang sangat detail. Sehingga riset dapat berjalan dengan baik,” ungkap pria berkacamata itu. (IFR/Detik.com)