BANDA ACEH – Alat riset meledak di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Kepala tim riset yang ikut menjadi korban, Prof Adlim (sebelumnya ditulis Aklim) membeberkan kejadian sebenarnya hingga terjadi ledakan.
“Saya akan jelaskan sedikit kronologis kejadian ledakan tabung gas riset di Lab Kimia FKIP Unsyiah Senin lalu agar tidak salah dipahami,” kata Adlim yang juga Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan Unsyiah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/7/2017).
Menurut Adlim, saat itu tim riset bekerja di lemari pelindung yang masih ada celah untuk memasukkan tangan. Penelitian yang dilakukan yakni riset untuk menyerap uap merkuri guna mengurangi pencemaran merkuri bagi penambang.
Selama ini penambangan emas dilakukan dengan cara memisahkan emas dari merkuri melalui penyulingan dan pembakaran.
“Teknik penyerapan uap merkuri dari hasil penyulingan sudah kami temukan tahun lalu,” jelas Adlim.
Adlim menjelaskan, riset kali ini rencananya dilakukan dengan cara menyerap uap merkuri dari hasil pembakaran. Pembakaran harus dilakukan di dalam wadah tertutup agar semua uap bisa diarahkan pada satu celah yang dilengkapi penyerap.
“Penelitian seperti ini tidak biasa dilakukan dan kalau dilakukan harus dengan alat yang canggih,” sambungnya.
Alat seperti itu belum ada di Unsyiah karena riset seperti ini memang jarang dilakukan dan terbilang langka. Ide penelitian ini masih termasuk baru.
“Jadi alat yang digunakan waktu itu terbuat dari kaca, bukan baja. Oleh karena itu, saya modifikasi alat yang ada dan ternyata tidak cukup kuat untuk menahan tekanan sehingga wadahnya meledak,” kata Adlim.
Eksperimen yang dilakukan Adlim tersebut masih pada tahap simulasi. Tim riset hanya menggunakan air sebagai bahan penelitian. Tidak ada bahan atau unsur kimia berbahaya yang pakai dalam penelitian tersebut.
“Luka yang saya alami sampai berdarah saat itu diakibatkan terkena serpihan kaca tabung meledak dan terbang dengan kecepatan tinggi, bukan karena zat kimia yang berbahaya,” ujar Adlim.
“Dari dulu semua eksperimen beresiko saya dilakukan. Sedangkan mahasiswa yang terlibat dalam riset hanya membantu saja. Eksperimen tersebut sementara ini dihentikan dulu,” lanjutnya.
Insiden ledakan alat riset terjadi pada Senin (17/7) dan melukai Adlim serta seorang mahasiswa Nurul Agustina. Usai kejadian, kedua korban dilarikan ke Rumah Sakit Prince Nayef (RSPN) Unsyiah di Darussalam, Banda Aceh.
Nurul yang mengalami luka di bagian dahi di atas mata langsung diperbolehkan pulang hari itu juga. Sementara Adlim yang mengalami luka di bagian telinga, lengan dan wajah sempat menjalani operasi. Kondisi kesehatannya kini berangsur baik. (IFR/Detik.com)