News

Ini Beda Perguruan Tinggi Spesialisasi Riset atau Pengajaraneda

KEBIJAKAN pemfokusan pada peningkatan riset dan publikasi ilmiah di perguruan tinggi disambut baik. Terlebih, misi peningkatan riset dan publikasi ilmiah juga dibarengi dengan semangat penghiliran hasil penelitian yang langsung berguna terhadap aspek kehidupan masyarakat. Meski begitu, tidak semua perguruan tinggi di Indonesia kuat dalam hal riset.

Menurut dia, pemerintah perlu memperhatikan kualitas pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi sehingga dapat berimbas pada peningkatan angka partisipasi kasar (APK) masyarakat yang menempuh pendidikan tinggi. Saat ini, APK di perguruan tinggi masih di bawah 30% dari total penduduk Indonesia.

“Hilirisasi hasil penelitian memang bagus. Tapi, jangan lupakan pendidikan dan pengajaran karena terdapat tridarma perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan-peng­a­jaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. APK juga harus digenjot dengan meningkatkan kualitas perguruan tinggi,” papar Rektor Universitas Terbuka (UT) Tian Belawati.

Salah satu strategi yang ditawarkan Tian, yaitu melakukan diferensiasi misi dan mandat perguruan tinggi. Tidak semua perguruan tinggi harus digenjot untuk meningkatkan riset. Pemerintah cukup mendorong perguruan tinggi yang memang sudah dikenal kuat dalam riset, seperti sejumlah perguruan tinggi negeri ternama.

Perguruan tinggi lain digenjot dalam hal akademik terkait dengan kualitas pendidikan dan pengajaran. Peningkatan kualitas itu akan membantu masyarakat, khususnya di daerah, mengakses perguruan tinggi karena pemerintah sudah pasti melakukan pembinaan yang fokus pada pendidikan dan pengajaran.

Di samping itu, perguruan tinggi harus punya medium lain untuk bersaing karena proses penilaian daya saing antara perguruan tinggi riset dan nonriset pasti berbeda. “Perguruan tinggi seperti UT dan perguruan tinggi negeri baru serta swasta yang ada di daerah perlu digenjot untuk bisa meningkatkan APK sehingga pendidikan tinggi lebih merata. Karena itu, untuk kriteria penilaian setiap universitas semestinya berbeda. Sekarang kriteria untuk menentukan rangking perguruan tinggi di Indonesia setiap 16 Agustus sama semua. Harusnya kalau untuk meningkatkan APK, kriteria penilaian perguruan tinggi pun berbeda.”

Bila pemerintah melakukan hal itu secara seimbang, ia yakin Indonesia meraih dua keuntungan: peningkatan riset dan publikasi ilmiah sekaligus pertumbuhan APK pendidikan tinggi. Karena itu, perlu ada kebijakan strategis dari pemerintah agar hak warga negara untuk mengenyam pendidikan tinggi dan kewajiban pemerintah untuk merealisasikan terpenuhi. “Target pemerintah untuk APK 45%. Angka itu masih jauh sekali untuk diwujudkan. Kami di UT yang ditugasi menjangkau sistem pendidikan tinggi ke masyarakat sudah bekerja. Saat ini ada 290 ribu mahasiswa kami dari seluruh provinsi dan 41 negara di dunia. Namun, ketika dihadapkan penilaian riset, UT selalu tidak masuk pemeringkatan. Padahal secara kualitas pendidikan, UT tidak buruk.”

Pembenahan kualitas perguruan tinggi, menurut Tian, juga perlu menjadi sorotan pemerintah. Lebih dari 4.200 perguruan tinggi saat ini memang memberikan banyak pilihan bagi masyarakat. Sayangnya, masih banyak perguruan tinggi kecil yang untuk bertahan saja kesulitan. Hasil penilaiannya pun cukup beragam walau masih ada yang masuk kategori jelek. “Seharusnya memang jumlah perguruan tinggi tidak perlu sebanyak itu, tapi kualitas dipertahankan. Saya mengerti itu cukup sulit karena ada juga perguruan tinggi yang didirikan keluarga.”

Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi dan lulusannya yang diketahui masih belum semua terserap ke dunia kerja ialah melakukan moratorium pembukaan program studi baru. Tian menyambut baik inisiatif tersebut, karena prodi yang sudah ada dapat ditata ulang untuk fokus pada kualitas yang nanti menghasilkan lulusan mumpuni. (IFR/Media Indonesia)

Join The Discussion