Jakarta – Ilmuwan di Amerika Serikat telah mengembangkan kantung yang berisi cairan mirip rahim. Kantung ini berguna sebagai ‘rahim luar’ untuk mendukung bayi prematur sehingga bisa meningkatkan peluang bayi untuk hidup.
Dalam penelitian yang menggunakan anak domba, peneliti bisa meniru lingkungan rahim dan fungsi plasenta untuk memberi kesempatan bayi prematur mengembangkan kemampuan paru-paru dan organ tubuh lainnya.
Sekitar 30 ribu bayi di Amerika Serikat lahir antara 23-26 minggu usia kehamilan, seperti dimuat Reuters, 26 April 2017. Kesuksesan ‘kantung rahim’ ini dipublikasikan Selasa, 25 April di jurnal Nature Communications, karena meniru rahim semirip mungkin.
Pada usia tersebut, bayi manusia memiliki berat kurang dari 500 gram. Paru-parunya tidak mampu mengatasi udara dan kesempatan untuk bertahan hidup rendah. Angka kematian bayi prematur sebesar 70 persen, sedangkan yang bertahan hidup mengalami kecacatan seumur hidup.
“Bayi membutuhkan jembatan yang menghubungkan rahim ibunya dengan dunia luar,” kata ahli bedah Children’s Hospital of Philadelphia yang juga memimpin proyek ini, Alan Flake.
Timnya bertujuan membuat sistem rahim luar yang menjadi ruangan untuk bayi prematur melewati usia lebih dari 28 minggu. Usia ketika kesempatan bertahan hidup bayi meningkat tajam.
Alat ini dalam proses penyempurnaan bisa memakan waktu 10 tahun. Saat itu tiba, Allan Flake berharap sudah mengantongi izin supaya ‘kantung rahim’ bisa digunakan ketimbang bayi prematur harus masuk di inkubator.
“Sistem ini berpotensi jauh lebih unggul ketimbang yang dilakukan rumah sakit saat ini untuk bayi yang berusia 23 minggu. Ini dapat memberi standar baru dalam merawat bayi prematur ekstrim,” ujar Flake.
Mereka menghabiskan waktu tiga tahun untuk mengembangkan alat tersebut. Mulai dari kaca inkubator hingga kantung berisi cairan.
Enam bayi domba prematur diuji dengan prototipe terbaru. Secara psikologis usia bayi domba sama dengan usia 23-24 minggu kehamilan. Bayi domba tersebut mampu tumbuh di suhu yang terkontrol dan hampir steril.
Para ilmuwan membuat cairan ketuban di laboratorium. Mereka membuat sistem sehingga mengalir masuk dan keluar dari ‘kantung-rahim’. Fisiolog janin Marcus Davey, yang bekerja di tim, menjelaskan perkembangan paru-paru pada janin domba sangat mirip pada manusia.
“Paru-paru janin dirancang untuk berfungsi di cairan. Kami mensimulasikan lingkungan tersebut. Membiarkan paru-paru dan organ lainnya berkembang sementara kami memberikan nutrisi dan faktor pertumbuhan lain,” ujarnya.
Alat ini tidak memiliki pompa eksternal untuk menggerakkan sirkulasi. Sebab tekanan buatan yang lembut dapat secara fatal membebani jantung yang belum berkembang. ‘Kantung rahim’ juga tidak ada ventilator, karena paru-paru belum matang belum siap untuk menghirup udara.
Sebagai gantinya, jantung bayi memompa darah melalui tali pusar ke oksigenator dengan daya rendah yang bertindak sebagai pengganti plasenta dalam pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Tim Flake berencana untuk memperbaiki sistem agar lebih baik dan kemudian menurunkannya untuk bayi manusia, yang berada di sekitar sepertiga ukuran anak domba yang digunakan dalam penelitian ini. (IFR/Tempo.co)