News

Seminar Nasional Bahas Polemik Penyelenggaraan Pilkada Serentak

MAKASSAR – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang diwakili oleh Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Soedarmo, menghadiri dan menjadi salah satu narasumber kegiatan yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar (Sulawesi Selatan), pada Kamis (23/3).

Dalam pengarahannya, Soedarmo mengatakan agar panitia turut merekomendasikan agar pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilakukan  secara langsung sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016, tentang pilkada serentak, seharusnya dapat di tunjuk atau diangkat langsung oleh pemerintah. Hal ini merujuk pada UU. No. 23 Tahun 2014, Gubernur dan Wakil Gubernur  merupakan wakil pemerintah pusat di daerah.

“Kalau wakil pemerintah pusat apakah harus dipilih langsung oleh rakyat, apakah tidak di tunjuk langsung Pemerintah,” ujar dia.

Menurut Soedarmo apakah kebijakan pemerintah pusat bisa berjalan khususnya untuk penyelenggaraan di tingkat Provinsi.

“Apabila Gubernur ditunjuk atau di angkat oleh pemerintah maka tata kelola pemerintahan akan bisa berjalan, berbeda dengan yang terjadi saat ini kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi belum sejalan,” tegas Soedarmo.

Soedarmo menambahkan dalam menyikapi pelaksanaan pilkada serentak pemerintah pusat dan daerah memberikan dukungan berupa fasilitas perkantoran bagi Bawaslu dan KPU, kemudian dukungan personil untuk KPU dan Bawaslu dan menyiapkan data awal Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4), kemudian pendanaan penyelenggaraan pemilu harus di penuhi pemerintah khususnya Provinsi, Kab/Kota.Sebagai informasi Pilkada serentak dilakukan tahun 2015 itu pilkada serentak pertama, 2017 yang kedua dan Pilkada serentak yang ketiga tahun 2018.

Soedarmo berharap pemerintah dapat mempersiapkan pilkada serentak sesuai tujuan penyelenggaraan Pilkada Serentak.

 “Yang harus dipersiapkan pemerintah adalah bagaimana agar pilkada dapat berjalan aman, lancar, dan tertib, agar tujuan pilkada serentak berjalan dan sukses,” tambah dia.

Soedarmo menjelaskan ada beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan Undang-undang atas  dilaksanakannya pilkada serentak yang semula merupakan pilkada sektoral, antara lain : adanya penggunaan anggaran yang tinggi , mahar politik yang meningkat, dan yang paling menonjol adalah adanya politisi birokrasi.

Menurut Soedarmo sulit untuk mengendalikan supaya para birokrat tidak di bawa ke ranah politik, dan sulit untuk di cegah. Soedarmo berharap birokrat dan ASN dapat bersikap netral dalam pilkada .

Konsekuensi daripada politisasi birokrasi adalah kebijakan kepala daerah setelah pilkada terkait mutasi pejabat.

“Sebagai contoh kepala daerah yang merupakan incumbent apabila mereka kembali terpilih mengadakan mutasi terhadap pimpinan SKPD/ASN yang tidak mendukungnya, dan begitu pula sebaliknya jika calon kepala daerah lain yang terpilih”, ungkap dia.

Soedarmo menambahkan seringkali kepala daerah mengadakan mutasi yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, peraturan tersebut menjelaskan bahwa, tidak boleh melakukan mutasi sebelum 6  (enam) bulan masa jabatan habis atau setelah 6 (enam) bulan setelah pelantikan.

Adapun narasumber yang juga turut hadir adalah Ketua Bawaslu dan juga Ketua KPU. Peserta dalam kegiatan ini yakni Himpunan Mahasiswa Pemerintahan FISIP yaitu UGM, Brawijaya, Unair, Unibraw, Untirta, Untad, dan Udayana. (Humas Puspen Kemendagri)

Join The Discussion