JAKARTA— Pemerintah harus menghentikan berbagai dampak yang terjadi akibat kerja sama riset antara peneliti Indonesia dan pihak asing. Agar pengambilan hasil-hasil kerja sama penelitian dan klaim atas sejumlah sumber daya alam hayati milik Indonesia tidak berlanjut, pengawasan yang ketat atas kerja sama penelitian harus dilakukan berdasarkan aturan perundangan-undangan.
Pengawasan dari kementerian/lembaga yang terkait dengan kerja sama riset tersebut harus dimulai dari perencanaan, kegiatan penelitian, dan pascapenelitian. Tidak hanya dari pemerintah, seharusnya pihak peneliti Indonesia yang akan melakukan kerja sama riset memiliki bekal yang cukup mengenai pemahaman akan nilai-nilai keanekaragaman hayati sehingga mempunyai rasa memiliki akan sumber daya hayati.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi menilai, pencurian sumber daya kekayaan hayati terjadi tidak terlepas dari sikap dan motivasi para peneliti Indonesia. Selama ini, sejumlah peneliti dari perguruan tinggi melakukan riset tidak berpikir jauh mengenai pencurian sumber daya kekayaan hayati.
”Jadi tidak sekadar mendapatkan uang dari kerja sama riset, tetapi harus berpikir ini soal cinta Tanah Air kita,” ujar Viva di Jakarta.
Seperti diberitakan, Rosichon Ubaidillah, Kepala Laboratorium Entomologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menyatakan, rendahnya pemahaman dan perhatian tentang nilai-nilai kekayaan hayati untuk keperluan banyak hal. Ini membuat hasil penelitian kekayaan hayati dikuasai peneliti asing ( Kompas, 22/2).
Untuk mengatasi kondisi tersebut, menurut Viva, sudah seharusnya riset bersama yang disetujui pemerintah dikontrol dan diawasi ketat. Paling tidak, pemerintah harus mendapatkan laporan yang jelas dan rinci tentang apa yang akan diteliti, kerja sama tersebut melibatkan siapa saja, siapa yang mendanai serta mengawasi proses dari awal hingga pasca-penelitian.
Jika memang ada peneliti atau perguruan tinggi yang melaksanakan kerja sama riset dengan pihak asing dan melanggar peraturan perundang-undangan, harus ada langkah tegas pemerintah. ”Pemerintah harus menegur dan harus ada sanksi administrasi atau sanksi yang sesuai peraturan perundangan,” katanya.
Bambang Dahono Adji, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyatakan, proses kerja sama riset tentang kekayaan hayati harus melalui perizinan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi termasuk dari LIPI. Adapun untuk turun ke lapangan, harus ada izin dari KLHK dan didampingi petugas KLHK. (Kompas)