News

Peneliti Terlalu Cepat Berpuas Diri

JAKARTA – PT di Indonesia memang masih sulit unjuk gigi di kawasan regional Asia, apalagi tingkat dunia. Kebanyakan yang masuk 1.000 besar dunia tersebut berasal dari perguruan tinggi negeri. Perguruan tinggi swasta belum banyak memperlihatkan geliatnya.

Rendahnya peringkat PT di Indonesia memang berkait erat dengan publikasi ilmiah yang dilakukan para dosen, baik melalui jurnal maupun buku. Redi Panuju Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dr Soetomo Surabaya mengatakan selama ini tujuan pemerintah memberikan tunjangan profesi bagi dosen antara lain untuk memacu kreativitas penelitian dan penulisan, tetapi Menteri menengarai hal tersebut belum memperlihatkan dampak signifikan. Karena itu, tunjangan tersebut akan dievaluasi melalui karya ilmiah.

Selama ini kalangan civitas akademika menganggap tunjangan profesi itu hanya sebagai wujud bantuan negara kepada para dosen agar penghasilannya bisa melampaui standar upah minimum regional sehingga tidak mengaitkannya dengan penulisan karya ilmiah.

“Ketika tiba-tiba M Nasir mengaitkan tunjangan tersebut dengan kewajiban penulisan karya ilmiah, hal itu menjadi semacam beban sehingga ada yang berkomentar negara ini tidak ikhlas menolong rakyatnya,” kata Redi.

Lepas dari kontroversi tersebut, hal tersebut merupakan momentum untuk membangkitkan kreativitas penulisan ilmiah di PT. Selama ini kegiatan penulisan ilmiah tidak diseriusi sebagai pengembangan kompetensi yang substansial. Penulisan karya ilmiah sering kali hanya kegiatan formal belaka. “Setelah satu-dua kali menulis kemudian berpuas diri. Malah ada yang tidak memperhatikan kualitasnya karena yang penting dipublikasikan oleh penerbit yang punya ISBN,” tutur Redi.

Menurut Redi dengan membiayai sebagian ongkos cetak, buku yang diproduksi sangat terbatas. Kadang hanya dicetak 20 eksemplar saja. Buku-buku semacam itu memang bisa lolos menjadi kredit poin, tetapi tidak berkontribusi pada diskusi ilmiah ke publik. Permen Riset-Dikti menurutnya ini paling tidak bersifat memaksa pada awalnya, tetapi akan menjadi kebiasaan untuk selanjutnya. Menurutnya, setiap PT mestinya memberi insentif yang menarik agar kegiatan penelitian dan penulisan ilmiah menjadi bagian dari tradisi.

Hal lain mengenai jurnal, Redi menilai Menteri M Nasir tak memahami, tidak semua cabang ilmu telah memiliki cukup penerbitan jurnal, apalagi yang sudah terakreditasi. Kini tahapannya baru sampai pada kegairahan ”belajar” menerbitkan jurnal. “Karena itu, pemerintah mestinya tak keburu nafsu untuk mengilmiahkan PT, tetapi dibuat tahapan-tahapan. Sebagian dana hibah penelitian, misalnya, bisa digeser untuk menyubsidi penerbitan jurnal di setiap PT. Saya yakin dalam waktu tak terlalu lama akan membuat PT di Indonesia peringkatnya menyalip PT di negara ASEAN lainnya,” tutupnya. (Kompas)

Join The Discussion