News

Dosen Wajib Publikasikan Hasil Riset

JAKARTA — Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir, mewajibkan guru besar memublikasi satu jurnal internasional setiap tahun mulai 2017.

“Para guru besar wajib memublikasi satu jurnal ilmiah satu tahun sekali,” kata dia di Jakarta, Selasa (6/12).

Kewajiban memublikasi jurnal ilmiah tidak hanya dibebankan pada guru besar. Menristekdikti juga mewajibkan lektor kepala memublikasi minimal satu jurnal ilmial setiap dua tahun sekali.

Nasir menyebut, kewajiban tersebut mulai berlaku pada 2017. Saat ini, Kemristekdikti akan segera merumuskan regulasi yang mengatur kewajiban tersebut.

Ia menjelaskan, kebijakan tersebut merupakan upaya untuk mendorong peningkatan jumlah jurnal publikasi di Indonesia.

Sebab, ia menjelaskan, saat ini Indonesia menduduki posisi keempat se-Asia Tenggara dalam publikasi jurnal internasional. Menurut dia, Indonesia bisa menduduki posisi yang lebih baik dari itu. Mengingat, jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.

Selain itu, Indonesia juga memiliki 4.405 perguruan tinggi. Namun, jumlah tersebut tidak mencerminkan besarnya jumlah publikasi yang dihasilkan perguruan tinggi.

Ia memerinci, Malaysia menempati posisi pertama se-Asia Tenggara dengan lebih dari 23 ribu jurnal internasional. Singapura berada pada posisi kedua dengan lebih dari 17 ribu jurnal. Kemudian, Thailand menempati posisi ketiga dengan 13 ribu jurnal internasional. Sementara, Indonesia berada pada posisi keempat dengan 9.000-an jurnal publikasi.

Menurut Nasir, jumlah 9.000-an tersebut masih sangat kurang. Sebab, ia menjabarkan terdapat 6.000-an guru besar dan 31 ribu lektor kepala dari total 250 ribu dosen di perguruan tinggi.

Menurut dia, apabila 50 persen dari jumlah guru besar dan lektor kepala memublikasi jurnal, setidaknya Indonesia bisa mencapai angka 18.500 jurnal.

“Kita bisa jadi juara di Asia Tenggara, tapi sayangnya kita jauh dari itu,” kata dia. 

Sosialisasi
Sementara itu, Kemenristekdikti menyosialisasikan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 106 Tahun 2016 pada pemangku kepentingan dan pelaku riset di Indonesia. Peraturan tersebut menekankan, pada 2017, riset berbasis output bukan lagi pertanggugjawaban administrasi.

“Pada 2017, penelitian berbasis output bukan lagi tentang kegiatan,” kata Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemristekdikti, Muhammad Dimyati.

Ia menjelaskan, Permenkeu Nomor 106 Tahun 2016 mendorong peneliti untuk melakukan perbaikan dan tata kelola. Sehingga, dalam waktu dekat akan dilakukan kursus sertifikasi untuk para peninjau proposal dan peninjau output agar melaksanakan penyaringan proposal dan output dapat lebih baik lagi. Sebab, menurut dia, peninjau atau penilai akan menjadi ujung tombak dalam penjaminan mutu penelitian.

Melalui Permenristekdikti Nomor 69 Tahun 2016, pemerintah mengeluarkan regulasi ihwal pedoman pembentukan komite penilaian dan/atau reviewer (peninjau) dan tata cara pelaksanaan penilaian penelitian menggunaan standar biaya keluaran tahun 2017.

“Artinya, rekan-rekan akan lebih dibebaskan menghasilkan output dibandingkan mengurus berkas-berkas administratif yang membebankan dan meresahkan,” kata Dimyati.

Dimyati mengatakan, tujuan sosialisasi Permenkeu 106, yakni untuk menyamakan persepsi dan mendalami serta memahami berbagai regulasi baru terkait penelitian di Indonesia. Khususnya, pada rektor PTN dan PTS, LPNK Ristek, Badan Litbang Kementerian dan Daerah, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) baik perguruan tinggi negeri maupun swasta, Kopertis, dan stakeholders lainnya. (IFR/Republika)

Join The Discussion