JAKARTA— Tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan profesor akan diberikan pemerintah dengan mengevaluasi kinerja dosen. Evaluasi pertama kalinya dilakukan pada November nanti dengan mengacu pada karya ilmiah yang dipublikasikan sesuai ketentuan.
Mengutip harian KOMPAS 20/2, kebijakan pembayaran tunjangan pada 2018 mengacu pada hasil evaluasi ini dan diberlakukan kembali pada tiga tahun berikutnya. Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali GhufronMukti di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan, kebijakan mengevaluasi tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan guru besar berdasarkan Peraturan Menristek dan Dikti Nomor 70 Tahun 2017. Kinerja dosen dengan jabatan akademik lektor kepala dan guru besar pada 2015-2077 dievaluasi. Fokusnya pada jumlah publikasi ilmiah.
Pada November nanti, lektor kepala sedikitnya sudah menerbitkan tiga karya ilmiah di jurnal nasional terakreditasi atau satu karya ilmiah di jurnal internasional. Adapun profesor yang juga mendapat tunjangan kehormatan profesor harus memiliki sedikitnya tiga karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional atau minimal satu karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi.
Pemerintah, ujar Ghufron, ingin mengajak dosen fokus melaksanakan tridarma perguruan tinggi. ”Selama ini dosen lebih banyak fokus di pengajaran. Penelitian terlupakan. Padahal, ini penting untuk mendorong budaya riset dari perguruan tinggi tumbuh subur dan menghasilkan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing bangsa,” kata Ghufron.
Kejar jabatan
Selain itu, ujar Ghufron, dosen juga jangan hanya terfokus mengejar karier di jabatan struktural atau di luar perguruan tinggi sebagai ukuran kesuksesan. ”Menjadi pemimpin akademik di bidangnya dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan riset juga harus jadi mimpi karier dosen kita ke depannya,” ujarnya.
Dari publikasi karya ilmiah Indonesia yang terindeks Scopus pada 2015 dengan jumlah 5.499, sumbangan dari profesor sekitar 3.000 publikasi. Sumbangsih para profesor ini dinilai masih minim. Padahal, tunjangan kehormatan profesor diberikan dua kali gaji, selain tunjangan profesi dosen dan gaji. Upaya mendorong peningkatan publikasi karya ilmiah di jurnal internasional dari perguruan tinggi dilakukan lewat program visiting world class professor.
Pada tahun ini ditargetkan 70 profesor, baik asing, diaspora, maupun dalam negeri, yang bereputasi internasional akan membantu perguruan tinggi dalam negeri meningkatkan riset dan publikasi karya ilmiah di jurnal internasional. Peningkatan mutu dosen, ujar Ghufron, dengan merekrut calon dosen berpotensi lewat Program MagisterMenuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).
Tawaran beasiswa untuk menjadi dosen ini ditujukan kepada lulusan sarjana terbaik dan menjalani PMDSU selama empat tahun. Mereka dibimbing oleh promotor yang juga diseleksi ketat guna menghasilkan publikasi ilmiah di jurnal internasional. Rektor Binus University Harjanto Prabowo mengatakan, guna mencapai Visi 2020, dosen diminta menerbitkan publikasi yang terindeks Scopus.Ada 902 karya ilmiah yang terindeks Scopus dari Binus University.
Dosen juga didorong terus berkarya untuk mampu menghasilkan hak kekayaan intelektual termasuk paten. Kebijakan Kemenristek dan Dikti mewajibkan guru besarmemublikasikan minimal tiga karya ilmiah di jurnal internasional dalam kurun tiga tahun terus mengundang tanggapan kalangan perguruan tinggi. Meski mendukung, sejumlah pimpinan perguruan tinggi negeri berharap kebijakan tersebut tidak berlaku surut, tetapi berlaku saat peraturan menteri dikeluarkan.
Rektor Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Mohammad Nasih mengatakan, pada prinsipnya, pihaknya mendukung kebijakan untuk mendorong dan memperbanyak riset dan publikasi ilmiah pada jurnal internasional bereputasi. Menurut Nasih, kewajiban publikasi ditekankan pada guru besar dan lektor kepala yang beban mengajarnya kurang dari 12 sistem kredit semester.
Hal ini berlaku juga untuk lektor karena mendapatkan tunjangan. Pada prinsipnya, menurut Nasih, salah satu misi penting perguruan tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora, serta seni. ”Kita tertinggal jauh dalam hal riset dan publikasi tersebut. Bahkan dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura,” katanya.
Rektor Universitas Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara, Ellen Joan Kumaat berpendapat Peraturan Menristek dan Dikti No 20/2017 tersebut sebaiknya diberlakukan mulai 2017 dan seterusnya, bukan berlaku surut. ”Yang perlu ditingkatkan juga dana penelitian agar mayoritas dosen dan guru besar bisa melakukan penelitian sehingga bisa memperbanyak riset dan publikasi ilmiah pada jurnal internasional,” katanya. (KOMPAS)