JAKARTA – Beberapa fenomena yang melanda Eropa saat ini, seperti fenomena Brexit, krisis finansial berkepanjangan, derasnya arus pengungsi, serta mencuatnya aksi terorisme merupakan beberapa dinamika sosial, politik dan budaya yang melanda eropa lainnya saat ini sangat menarik untuk dikaji. Proses pengkajian nantinya diharapkan bisa mengembalikan kiprah akademisi atau pemerhati bidang Kajian Eropa di Indonesia.
Selain beberapa isu penting di atas masih banyak pula beberapa isu strategis yang bisa dielaborasi seperti multikulturalisme akibat meningkatnya jumlah pengungsi dari Timur Tengah. “Sangat menarik di tengah masih masih adanya segregasi kultur antara Eropa Utara dan Eropa Selatan,” tegas Evi Fitriani PhD Ketua Jurusan Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Indonesia (UI).
Selain beberapa isu di atas, dikutip dari laman Research Center for Regional Resources – Indonesian Institute of Sciences (P2SDR-LIPI) Evi menerangkan, masih terdapat Isu lain yang patut menjadi perhatian utama, yaitu hubungan diplomatik antara Asia dan Eropa. Apabila pada era kolonialisme hubungan yang terjalin bersifat eksploitatif, maka pada era post-kolonialisme berubah menjadi kooperatif. Tidak bisa dimungkiri, meski Eropa mengalami krisis finansial namun faktanya Benua Biru ini masih menjadi kekuatan ekonomi nomor dua di
“Saya melihat European Union (EU) cenderung ingin diajak ke Asia. Pada East Asian Summit yang lalu, EU secara terang-terangan meminta untuk diundang, padahal mereka jelas bukan bagian dari Asia” lanjut perempuan yang karib disapa Evi, dalam National Conference on European Studies 2016 bertajuk “Europe in a perspective of Global Area Studies with inter-, multi-, and cross-disciplinary approaches” di Universitas Indonesia, beberapa waktu lalu. (msr)