JAKARTA – Selama sepekan, puluhan profesor diaspora kembali ke Tanah Air untuk berbagi ilmu di sejumlah kampus. Mereka juga mendapat tugas untuk mendorong peningkatan produktivitas dosen, terutama dalam menerbitkan publikasi jurnal internasional.
Salah satu profesor diaspora, Deden Rukmana, PhD mengatakan, masalah rendahnya produktivitas dosen di Indonesia disebabkan waktu penelitian yang terbatas. Diaspora dari Savannah State University Amerika Serikat (AS) itu berpendapat, para dosen masih harus memikirkan serangkaian urusan yang bersifat administratif ketimbang yang bersifat inovatif dan kreatif.
Jadi sara kami, workload dosen harus disesuaikan. Karena mereka lebih disibukkan dengan mengajar bukan meneliti. Oleh sebab itu, harus disesuaikan sehingga dapat mengakomodasi pengajaran dan penelitian,” tutur profesor diaspora lainnya, Ahmad Daryanto, dari Lanchaster University, Inggris.
Minimnya waktu meneliti dosen Indonesia diakui oleh Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti (SDID) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Ali Ghufron Mukti. Kendati demikian, dia mengungkapkan bahwa jam mengajar dosen berbanding lurus dengan banyaknya waktu mengajar.
“Namun kami tetap berupaya agar dosen-dosen di Indonesia memiliki gairah yang tinggi untuk melakukan penelitian,” sebutnya, Selasa (27/12/2016).
Ghufron sendiri akan mendalami masukan dan rekomendasi dari profesor diaspora agar bisa diimplementasikan demi perbaikan mutu pendidikan tinggi. Dia menambahkan, setidaknya mulai akhir 2017, Kemenristekdikti akan melakukan evaluasi terhadap profesor di Indonesia.
“Mereka harus produktif utuk menghasilkan karya utamanya di publikasi Internasional. Bila tidak, maka tunjangan guru besar mereka akan kami kurangi atau dihentikan sementara,” tukasnya. (IFR)
Sumber: Okezone.com