Tennessee – Meningkatnya berita bohong atau lebih dikenal dengan hoax, ternyata tak hanya terjadi di Indonesia. Amerika pun mengalaminya. Berdasarkan beberapa penelitian di sana, berita yang jelas sekali bohong, akan mulai dipercaya jika sering dibagikan. Hal ini disebut akan mempengaruhi opini seseorang meski tahu berita tersebut tidak benar.
Beberapa bulan menjelang dan selama pemilihan umum di Amerika adalah waktunya berita bohong menjadi sangat masif. Craig Silverman, seorang jurnalis, menganalisa pada masa pemilu, 20 berita bohong menyalip 20 berita teratas dari 19 media mainstream.
Paul Horner, orang yang membuat banyak berita palsu, mengatakan ia adalah penyebab Donald Trump terpilih. ”Situs saya selalu dikunjungi oleh pendukung Trump, mereka tak pernah mengecek fakta apapun, mereka akan mengunggah dan mempercayai apapun,” kata Horner kepada Washington Post.
Silverman menganalisa dengan melacak rumor yang beredar di dunia maya pada 2014. Ia menemukan interaksi sosial di sekitar berita palsu, akan mengecilkan dan menghilangkan insting mereka. Menurut Silverman, berita palsu dibuat untuk menarik harapan dan ketakutan masyarakat yang tak terbatas kenyataan. Padahal seharusnya kenyataan memberi batas berita mana yang bisa dibagi dan tidak.
Anda mungkin merasa kebal terhadap berita-berita bohong. Tapi penelitian mengatakan sebaliknya. Tahun 1940-an, peneliti mengungkap ”semakin rumor itu disebar, maka akan semakin masuk akal.”
Peneliti menyebutkan hasil penelitiannya mengungkap rumor lahir dari kecurigaan, kemudian terbiasa diketahui, lalu mengubah pemikiran dan opini publik.
Ilusi tentang kebenaran dibuktikan secara empiris pada tahun 1977. Peneliti di Amerika membuat kuis untuk mahasiswa tentang benar atau salahnya sebuat pernyataan. Hanya dengan mengulang sebuah pernyataan, cukup untuk meningkatkan kepercayaan mahasiswa akan kebenarannya.
Setahun lalu, Liza Fazio dan timnya dari Vanderbilt University di Tennessee mengungkap mahasiswa bisa lebih mempercayai pernyataan jika itu diulang-ulang. Meskipun mereka tahu pernyataan tersebut salah. ”Penelitian kami mengungkap meski seseorang tahu bahwa judul beritanya salah, dengan membacanya berulang-ulang, akan membuatnya tampak benar,” kata Fazio.
Meski begitu, penelitian mengungkap pengetahuan utama seseorang masih menjadi pertimbangan utama dalam penentuan benar atau salah sebuah pernyataan. Tapi tren berita bohong yang ditampilkan atau dibaca berulang-ulang, tetap memperngaruhi opini mereka. (IFR/Tempo.co)