JAKARTA – Karya ilmiah atau publikasi internasional dari kalangan Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia masih kalah dengan negara-negara di Asia Tenggara. Karena itu, para guru besar dan lektor kepala diminta meningkatkan karya. Ditargetkan, pada 2018 mereka mencetak sebanyak 18 ribu publikasi internasional.
“Perguruan tinggi kita mempunyai sekira 6.000 guru besar dan 31 ribu lektor kepala yang nantinya akan jadi profesor. Khususnya untuk guru besar kami minta setiap tahun wajib menghasilkan satu publikasi internasional, sedangkan lektor kepala dua tahun sekali,” kata Menristek dan Dikti M Nasir pada Rapat Koordinasi Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan di Jakarta kemarin. “Setiap guru besar telah menikmati tunjangan kinerja dan tunjangan kehormatan. Maka, kita minta mereka lebih produktif berkarya,” tambah Nasir.
Ia menyatakan pemberlakuan kewajiban setiap guru besar untuk membuat satu publikasi internasional per tahun akan diberlakukan Januari 2017.
Nasir mengungkapkan saat ini Indonesia menempati posisi keempat setelah Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam hal jumlah publikasi internasional.
Sementara itu, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemenristek dan Dikti, Muhammad Dimyati mengatakan saat ini jumlah publikasi internasional per 5 Desember telah melebihi target yakni 9.012 dari target 6.250 publikasi. Namun, capaian itu masih di bawah Malaysia dengan 23 ribu publikasi internasional, Singapura 17 ribu, dan Thailand 13 ribu.
Lebih lanjut, M Nasir mengingatkan peningkatan publikasi belum disertai dengan peningkatan inovasi. Hemat dia, tren riset yang sudah baik itu harus dilanjutkan dengan mengelompokkan riset sehingga tidak hanya menjadi riset dasar.
Harus dihasilkan prototipe dan inovasi. “Inovasi tahun ini masih 26. Ditargetkan 2017 mencapai 40 inovasi. Level inovasinya harus bisa di angka tujuh, delapan, dan sembilan,” pungkasnya. (IFR/Harian Media Indonesia)