JAKARTA – Stem cell atau sel punca merupakan metode pengobatan terkini yang dipercaya dapat mengatasi penyakit dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sejumlah penelitian pun telah membuktikan manfaat sel punca.
Di Indonesia, praktek sel punca juga sudah dilakukan untuk menangani penyakit, seperti jantung, diabetes, cedera saraf tulang belakang, hingga kerusakan tulang rawan.
Principal Investigator Stem Cell and Cancer Institute dan juga anggota komite stem cell, Yuyus Kusnadi, PhD, mengatakan, seiring terus berjalannya penelitian, Indonesia pun telah memiliki regulasi mengenai sel punca.
Dari sel tubuh manusia
Yuyus memaparkan, di Indonesia, sel punca harus dari sel tubuh manusia, bukan dari hewan ataupun tumbuhan. Sel punca bisa diambil dari tubuh manusia itu sendiri atau disebut autologus dan dari orang lain atau allogeneic.
Seperti diatur dalam Permenkes Nomor 833 tahun 2009, dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan, sel punca adalah sel tubuh manusia dengan kemampuan istimewa memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain.
Sel punca bisa berasal dari darah tali pusat, sumsum tulang, lemak, darah tepi, dan berbagai jaringan lainnya. Yuyus mengungkapkan, di Filipina pernah ada pasien meninggal karena tidak menggunakan sel dari tubuh manusia. Sementara itu, jika ingin menggunakan sel punca dari orang lain, harus ada izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Allogeneic ngambilnya dari badan orang lain. Konsekuensi kalau dari sel orang lain berarti bisa diproduksi masal. Jadi kalau sudah seperti itu, BPOM yang harus memberikan izin edar. Untuk lolos dari BPOM, prosesnya panjang,” kata Kepala Laboratorium Regenerative and Cellular Therapy (ReGeniC) itu.
Yuyus mengungkapkan, sampai saat ini, hanya Laboratorium ReGeniC, PT Adifarma Adiluhung yang mendapat izin BPOM untuk produksi sel punca allogeneic.
Selain itu, Indonesia juga melarang sel punca embrionik atau sel punca yang merupakan sisa embrio dari in vitro fertization (IVF). Yuyus mengungkapkan, di Amerika boleh menggunakan sel punca embrionik, tetapi sangat terbatas dan memiliki aturan yang ketat.
Siapa yang boleh
Yang boleh melakukan terapi sel punca tentunya seorang dokter. Akan tetapi, di kalangan dokter pun masih menjadi perdebatan apakah boleh dokter umum atau dokter spesialis sesuai dengan kompetensinya.
Yuyus mengatakan, dalam Permenkes Nomor 833 Pasal 13 ayat 2 disebutkan, pelaksanaan sel punca hanya boleh dilakukan oleh dokter spesialis yang kompetensinya diakui oleh organisasi profesi.
Menurut Permenkes Nomor 32 tahun 2014, juga hanya 11 rumah sakit yang ditunjuk untuk menjalani terapi sel punca. Kesebelas rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS jantung Harapan Kita (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Persahabatan (Jakarta), RS Fatmawati (Jakarta), RS Dr. M Djamil (Padang), RS Hasan Sadikin (Bandung), RS Dr. Soetomo (Surabaya), RS Dr Kariadi (Semarang), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Bali).
Rumah sakit tersebut harus memiliki fasilitas instalasi sel punca, bank sel punca, riset terpadu, hingga tenaga medis yang memiliki keahlian di bidang sel punca. Adapun pengolahan stem cell boleh dilakukan di dalam maupun di luar rumah sakit. (IFR/Kompas.com)