SURABAYA – Jumlah peneliti Indonesia di luar negeri ternyata bisa mencapai lebih dari 5000 doktor. Sebagian kecil dari mereka akan diundang ke Indonesia untuk membantu mengembangkan iklim riset bagi para junior.
Hal itu disampaikan oleh Prof Dr Ocky Karna Radjasa MSc, Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemerinstek Dikti saat di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
“Untuk menarik lebih 5000 doktor Indonesia di luar negeri ya tidak bijak. Kalau 10 saja nanti diundang ke Indonesia sudah bagus. Mereka kemudian dititipkan ke beberapa perguruan tinggi atau lembaga riset,” jelas Ocky.
Untuk itu, ada rencana, pihaknya bekerjasama dengan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Skimnya, mereka akan melakukan riset penugasan. Pada 2017, hal ini akan dirintis. Sehingga tidak semuanya harus kembali ke Indonesia. “Kalau menarik semua juga nonsens. Sehingga mereka bisa tetap jadi dosen di sana atau jadi partner riset,” ujarnya.
Anggaran untuk riset penugasan menurut rencana, dananya juga besar. Sekitar Rp 5 miliar per tahun selama lima tahun. Mereka nanti bisa membentuk kelompok sendiri namun targetnya juga tinggi karena membantu kemampuan kapasitas periset di Indonesia. Untuk itu, mereka akan tinggal di Indonesia dan membina periset junior.
Dijelaskan Ocky, ribuan doktor itu masih di luar negeri karena negara tempat mereka tinggal menawarkan fasilitas dan dan pendanaan riset lebih besar dari Indonesia.
“Mereka juga mendapatkan pembinaan yang lebih intensif,” katanya. Bahkan gaji peneliti bisa setara Rp 70 juta. “Gaji saya sebagai direktur saja tidak sebesar itu,” katanya disambung tawa.
Di sisi lain, animo dosen untuk melakukan riset cukup besar pada tahun ini. Ia menerima 22.000 proposal. Sementara tahun lalu 15.000 proposal.
Namun sayangnya, dana riset dan pengembangan kapasitas baru saja terkena pangkas. Sekarang ia mengelola dana riset Rp 1,3 triliun.
Ke depannya dia berharap, hasil tax amnesty cukup banyak sehingga bisa meningkatan cipratan dana buat riset. Meski dana turun, namun ia memperkirakan animo tetap tinggi. Bisa mencapai 50.000 proposal. Hal itu disebabkan, ada regulasi baru dari peraturan menteri keuangan, peneliti tidak mengurusi SPJ. Namun dilihat outputnya. “Namun saya akan membentuk tim penjaminan mutu.
Sehingga tim tinggal menagih janjinya, seperti publikasi ilmiah, buku ajar, HAKI dll. Jika tidak terpenuhi, maka bisa dikenakan sanksi. Termasuk pengembalian uang jika tidak bisa merealisasikan proposalnya. (IFR/Surya Malang)