PEKANBARU – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, 60 persen kabupaten/kota diseluruh Indonesia tidak mampu memikul beban pembangunan di wilayah otonomi.
“Hasil evaluasi dari seluruh Indonesia, diketahui bahwa beratnya tugas otonomi selama ini menyebabkan masih banyak kabupaten/ kota yang memang uangnya tak cukup memikul semua tugas,” kata Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Suhajar Diantoro di Pekanbaru saat Rapat Koordinasi gubernur dengan bupati/walikota se-Provinsi Riau dalam rangka penyerahan personil, sarana Prasarana dan Dokumen (P2D) sebagai implikasi UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kamis (29/9).
Suhajar Diantoro menjelaskan, beratnya beban yang ditanggung wilayah otonomi sangat dirasakan daerah karena kemampuan keuangan mereka yang minim, sehingga tidak bisa membiayai pembangunan fasilitas dan infastruktur dasar selama ini.
“Kalau anda pergi ke daerah-daerah, masih ada jalan yang rusak dan sekolah yang belum sempurna,” ujar dia.
“Karena itu kini ditata ulang kewenangannya ada yang menjadi kewenangan gubernur dan kewenangan kabupaten kota,” ungkap dia.
Menurut dia, otonomi yang dipikul daerah saat ini masih berpola simetris.
“Kecuali Papua, Daerah Khusus Ibukota, dan Aceh yang otononominya berbeda tidak simetris,” tambah dia.
Diakui Suhajar, sepintas, beberapa daerah otonomi mampu membiayai pembangunan, namun ada saja yang tercecer.
“Kalau dirata-ratakan ada 60 persen daerah tidak mampu memikul beban tugas otonomi,” kata dia.
Dia mencontohkan Bangka Belitung. Setelah kewenangan SMA/SMK ditarik ke provinsi, terjadi perubahan tingkat kesejahteraan para guru di daerah tersebut ke arah lebih baik.
Untuk itu, kata Suhajar, ke depan secara bertahap pihaknya akan melakukan evaluasi dan inventarisasi semua perampingan.
Suhajar menegaskan, pembentukan organisasi haruslah berbasis urusan. Artinya, hanya urusan yang dibutuhkan seorang bupatilah yang akan dibentuk organisasinya dengan syarat besarannya harus berbasis beban kerja.
“Jangan sampai beban kerja yang bisa ditenteng satu dibuat untuk dua orang. Misalkan Wamena tidak ada laut, jadi Dinas Perikanan untuk apa dibentuk. Artinya kalau memang fungsinya tidak ada, pak bupati tidak usah membentuk organisasi,” kata dia.
Bupati/walikota juga diingatkan untuk menempatkan jajaran sesuai kompetensi.
“Nanti diharapkan tidak ada lagi orang yang ditempatkan pada salah tempat,” tambah dia.
Saat ini, hanya tinggal 32 urusan yang diserahkan pemerintah pusat ke daerah, dan tujuh menyangkut ketertiban yang diminta presiden untuk diurus gubernur setelah ada otonomi daerah. (antara)