JAKARTA – Indonesia membutuhkan tidak hanya perubahan tata kelola riset, melainkan perubahan paradigma dalam pembangunan, khususnya bidang pengembangan teknologi dan pengelolaan sumber daya alam. Tanpa keberanian dan keteguhan untuk bersikap swasembada, tidak akan terjadi perubahan mendasar dalam kegiatan riset. Ucap Rektor Univesitas Sanata Dharma Johanes Eka Priyatma, dalam opini Kompas 27/9.
Namun, lanjutnya Riset hanya akan berkembang optimal jika didukung oleh sistem dan kultur masyarakat akademik yang sesuai. Iklim riset yang baik memerlukan sistem nilai yang menghargai kejujuran, keterbukaan, dan kritik. Nilai-nilai ini masih perlu kita bangun karena baru di era Reformasi kita bisa leluasa memperjuangkannya.
Reformasi yang masih berusia kurang dari 20 tahun belum cukup bagi berkembangnya nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai keutamaan riset ini harus terus kita kembangkan dalam sistem pendidikan kita karena akan menjadi fondasi tata nilai asosiasi keilmuan yang dapat terus berkembang baik.
Asosiasi keilmuan yang menghargai kejujuran, keterbukaan, dan kritik akan menjadi ekosistem yang subur bagi berkembangnya kegiatan riset di Indonesia. “Ini sangat penting karena berkembangnya budaya riset akan dipengaruhi oleh kualitas relasi yang dibangun di antara pihak yang terlibat dalam jejaring di asosiasi ini. Kita meyakini bahwa kualitas relasi itu dipengaruhi oleh berkembangnya nilai-nilai tersebut. Namun, dalam konteks reformasi demokrasi dan politik saat ini, asosiasi keilmuan harus berani mengambil jarak dari kepentingan politik meskipun sangat menjanjikan secara ekonomis,” ucap Johanes.
Ia juga mengatakan, Nilai-nilai keutamaan riset akan luntur apabila kepentingan politik sudah menjadi agenda asosiasi keilmuan. “Hanya lewat berkembangnya asosiasi keilmuan yang baik dan terbebas dari kepentingan politik, kita akan mampu melahirkan periset andal yang rela menggali kebenaran seraya tekun menghidupi etos keilmuan,” pungkas Johanes.