News

Tempat Kerja Adalah Rumah Kedua

Di tempatnya bekerja, nama Mudeli (44) sudah tidak asing lagi di telinga para staf di Lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kemendagri, yang berada di Jalan Kramat Raya No. 132, Jakarta. Sebagai seorang Office Boy (OB), Dali (nama sapaan) dikenal sebagai sosok yang ramah, jujur serta berkomitmen, selama sembilan belas tahun pengabdiannya di BPP Kemendagri.

Menjelang subuh, saat alam masih setia dengan kesunyiannya, bersama udara dingin Jakarta pagi hari, Dali begitu ia biasa dipanggil, harus mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa ke tempat di mana ia bekerja. Dali selalu mengawali rutinitasnya dengan shalat subuh, rasa tanggung jawab yang dimilikinya mengharuskan ia selalu datang lebih awal ke tempat kerjanya. Dali merupakan seorang OB di BPP Kemendagri.

Setibanya di BPP, Dali mulai menjalankan tugas rutinnya, dimulai dengan merapikan dan membersihkan beberapa ruangan. Dali tidak membedakan setiap ruangan yang dipercayakan kebersihannya, atau ruangan yang paling diutamakan kebersihannya. Baginya kenyamanan seluruh staf yang ada di lingkungan BPP Kemendagri merupakan prioritas utama.

Tidak hanya bertugas sebagai OB, Dali juga dikenal sebagai pelayan bagi para staf.

“Saya tidak pernah menganggap kedua hal tersebut sebuah pekerjaan, melainkan kewajiban. Tempat bekerja merupakan rumah kedua yang harus selalu dijaga dan dirawatnya dan membantu merupakan suatu keharusan yang melekat pada diri setiap insan,”ungkap Dali.

Lahir di Jakarta pada 1968, Dali semula banyak berkecimpung dalam beberapa pekerjaan kasar, Dali menuturkan bagaimana dirinya sempat menjadi seorang buruh di sebuah pabrik unggas di Bekasi. Beberapa bulan selama menjalani pekerjaan tersebut ketenangan pekerjaan tidak ditemukannya, Dali merasa ada yang salah dari sebuah keputusan yang diambilnya dengan memilih bekerja di tempat tersebut. Setiap hari Dali harus bergelut dengan bulu dan kotoran unggas yang dibersihkannya. Pikirnya pun menerawang, Dali merasa bahwa tempat kotor dan bau bukanlah  tempat yang cocok baginya.

Dua puluh tahun yang lalu, setelah memutuskan berhenti sebagai buruh di pabrik unggas, Dali mencoba peruntungan kembali dengan membuka usaha sekaligus mengembangkan keterampilan yang ia miliki dengan berprofesi sebagai seorang penjahit di Jakarta, pekerjaan mengharuskannya bekerja siang dan malam, setiap hari Dali bekerja dibawah tekanan, dikejar deadline, serta terus menerus ditagih penyelesaian orderan oleh para pelanggan.

Manajemen yang kurang baik membuat usaha tersebut gulung tikar, Dali beralasan bahwa dirinya belum cukup usia untuk memenej sebuah usaha. Di samping itu, Dali hanya seorang lulusan Sekolah Dasar yang tidak cukup ilmu.

Satu tahun setelah gulung tikar dari usaha tersebut, pada 1996, salah satu kerabat dekatnya menawarinya pekerjaan sebagai OB di BPP Kemendagri. Dali tidak berpikir panjang dan langsung menyetujuinya, mengingat kala itu usianya masih relatif muda sekira 28 tahun, serta belum bekeluarga pula. Dengan penuh harap kehidupan yang mandiri dan lebih baik, Dali resmi bekerja sebagai OB di BPP Kemendagri.

 

Sepenuh hati

Sembilan belas tahun berprofesi sebagai OB bukanlah waktu yang singkat. Selama itu pula Dali selalu berkomitmen terhadap pekerjaannya serta menjalaninya dengan sepenuh hati. Menurutnya, keikhlasanlah yang sampai saat ini membuatnya bertahan.

Banyak orang sekitar bertanya alasannya bisa bertahan dalam waktu sekian lama. Pertanyaan banyak orang tidak lain karena merasa iba kepada Dali akan penghasilannya yang dirasa  tidak akan mencukupi biaya hidup Dali setiap hari. Pertanyaan yang diajukan orang-orang selama ini cukup maklum, sebagai seorang OB, Dali mendapatkan gaji dari pekerjaannya yang sangat minim, jauh di bawah UMR, mengingat saat ini Dali memunyai seorang isteri dan dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah, selain itu, biaya transportasi ke BPP setiap hari dengan jarak sekira 20 km dengan waktu tempuh ke Kantor BPP sekira satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.

Dali tidak bergeming, tekadnya tetap sama bahwa yang dilakukannya adalah pekerjaan yang mulia. Dali tetap yakin bahwa pekerjaan seperti inilah yang membuatnya tetap bertahan hidup, dari pekerjaan inilah Dali menemukan kehidupan yang jauh lebih baik, di luar pandangan orang-orang sekitarnya.

Dali memunyai prinsip bahwa apa yang dikatakan orang tentang dirinya belum tentu seperti yang dirasakannya. Menurutnya orang lain hanya bisa menilai dari luar,

“Jeroan seseorang hanyalah saya dan Tuhan yang Maha Mengetahui. Saya rasa ini bagian dari rencana Tuhan, saya menemukan suasana yang nyaman dan tenang di sini,” ujar Dali.

Berbekal kejujuran

Bagi Dali, sembilan belas tahun bekerja di BPP Kemendagri menghadirkan banyak cerita dan kejadian unik, dari setiap kejadian itu memberi makna sekaligus pelajaran untuk dijadikan pelajaran  dan evaluasi kehidupannya di masa yang akan datang.

Kejujuran Dali bukan hanya kabar burung belaka. Kepada Tim Media BPP, Dali menceritakan saat malam hari sebelum pulang, beberapa kali dirinya pernah menemukan handphone pintar di ruang rapat. HP tersebut adalah milik salah satu staf BPP Kemendagri yang tertinggal.

“Kadang ada perasaan takut saat mengambil barang tersebut, setelah itu saya tidak langsung membawanya ke rumah selalu saya berikan ke Bagian Keamanan,” ujar Dali.

Kejujurannya tersebut menaruh kepercayaan banyak orang terhadapnya. Di lingkungan BPP Kemendagri para staf sangat segan terhadap dirinya. Itu karena Dali selalu menjalankan amanat dengan baik, semakin hari banyak yang mengantre hanya sekadar ingin meminta pelayanan seperti membelikan makanan, atau menitipkan sesuatu kepada Dali.

Menurut Dali kejujuran adalah kekuatan agar hidup tenang, kejujuran juga merupakan benteng diri, yang kapan saja bisa hancur. Dali berharap kejujuran dalam dirinya tidak pernah hilang dan termakan budaya luar, Dali berpendapat bahwa budaya jujur adalah adalah ciri manusia hebat.

“Seperti kata KPK itu, Jujur itu Hebat, iya kan, hehehe,” kata Dali sambil tertawa.

Sikap jujurnya adalah sebuah komitmen yang ditanamkan dalam jiwanya, kedua anaknya merupakan motivasi terbesarnya. Dali tidak ingin keturunannya kelak menjadi orang yang tidak jujur. Harapannya besar suatu saat anak-anaknya bisa hidup sukses disertai dengan kejujuran.

Penuh harap

“Saya tidak terlalu berharap apa-apa, dengan bekerja seperti ini saja sudah bersyukur, kalau ditawarin yang lebih baik saya juga tidak menolak” ujar Dali ketika ditanya apa harapannya dari pengabdian dan pekerjaan yang telah dijalaninya selama ini.

Dali sadar jika keinginan untuk bekerja seperti layaknya PNS yang lain itu sangat mustahil, Dali hanya berharap suatu saat ada salah satu anggota keluarganya bisa diterima bekerja di sini.

“Mungkin suatu saat anak saya bisa masuk di sini, meneruskan pekerjaan saya atau bisa menjadi lebih dari saya” kata Dali.

Dali adalah salah satu dari sekian banyak orang yang keberadaannya perlu diperhatikan.

Pengabdiannya yang tidak sebentar dapat dijadikan cermin tentang arti sebuah loyalitas dan kejujuran, di saat banyak pekerja di luaran sana yang justru memanfaatkan loyalitas dan pengabdian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. (MSR)

 

Join The Discussion