Jakarta — Penyerapan anggaran APBD di daerah hingga semester pertama 2015 ini terhitung masih rendah. Dari data yang diungkapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 30 Juni 2015 yakni realisasi belanja APBD provinsi rata-rata 25,9 persen, dan realisasi belanja APBD kabupaten/kota 24,6 persen.
Hal ini salah satu faktornya diduga karena ada Pemerintah Daerah (Pemda) yang kembali maju Pilkada (petahana) menahan realisasi anggaran demi menaikkan elektabilitasnya. Pakar Ekonomi Hendri Saparini mengatakan modus itu digunakan untuk menaikkan elektabilitas petahana tersebut menjelang detik-detik Pilkada.
“Kalau dihubungkan Pilkada serentak, serentaknya ini kayaknya di akhir. Dia akan tunda semua, karena ini bisa digunakan sebagai alat politik,” ujar Hendri Saparini diskusi dengan topik ‘Optimalisasi Penyerapan Anggaran dan Permasalahan Daerah’ di Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (6/7).
Ia mengatakan seperti yang terjadi dalam kontestasi politik selama ini baik Pemilu, Pilpres maupun Pilkada, mengenai adanya election budget. Menurutnya, hal ini juga sebagai salah satu faktor untuk dapat memenangkan kontestasi tersebut.
“Jangan kita bicara hanya APBD, APBN juga begitu. Misalnya saja raskin itu baru dikeluarkan jelang pemilu,” ungkapnya.
Anggaran daerah juga menurutnya, menjadi salah satu kekuatan dan tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Sehingga, ia menilai perlu ada pengawasan berupa matrik agar lambatnya realisasi anggaran tersebut tidak terjadi karena faktor tersebut.
Kemendagri juga menurutnya perlu melakukan survei, dimana ada program apa saja yang belum direalisasikan di setiap daerah yang merupakan peserta pilkada serentak. “Ini akan jadi monitor oleh seluruh masyarakat. Kalau dimonitor realisasinya bisa maksimal dan bisa dipertanyakan jika realisasinya tidak sesuai jadwal,” ujarnya.
Sumber :www.republika.com