Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat bahwa bahwa hingga Maret 2015 ini belum semua daerah memiliki sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) untuk memudahkan perizinan. Sebab, dari total 542 daerah di Indonesia, ternyata baru 498 yang sudah sudah mendirikan PTSP. Merujuk pada data Kemendagri, 498 daerah yang sudah memiliki PTSP itu tersebar di 34 provinsi, 372 kabupaten dan 92 kota. Sementara yang belum melaksanakan PTSP adalah 43 kabupaten dan 1 kota. Menurut Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Dirjen Bina Bangda) Kemendagri, Muhammad Marwan, dari jumlah daerah yang telah melaksanakan PTSP, 355 daerah di antaranya telah melimpahkan kewenangan terkait proses perizinan dari kepala daerah ke kepala PTSP. Rinciannya, 28 provinsi, 257 kabupaten dan 57 kota. “Dalam pelaksanaan program PTSP itu kan terdapat pelimpahan kewenangan dari kepala daerah ke kepala PTSP. Nah dalam hal ini ada beberapa daerah yang belum melaksanakannya, karena untuk izin usaha itu ada izin kepala daerah. Jadi ini memerlihatkan untuk perizinan ada yang masih di kepala daerah. Tapi ada juga yang sudah ditangani Kepala PTSP. Karena di daerah itu kan terdapat ratusan izin,” katanya kepada JPNN, pekan lalu. Tapi dari 498 daerah yang memiliki PTSP, baru 36 daerah saja yang sudah memiliki tim teknis. Tim teknis PTSP itu ada di 5 provinsi, 25 kabupaten dan 6 kota. Sementara daerah yang telah mengurangi biaya proses perizinan telah mencapai 380 daerah. Masing-masing 25 provinsi, 279 kabupaten dan 76 kota. Marwan menjelaskan, demi menggenjot implementasi PTSP itu maka pada 2009 silam Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Hukum dan HAM telah membuat nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU). “Ini untuk memercepat pelaksanaan PTSP. Jadi ada beberapa hal yang disepakati, antara lain terkait izin memulai usaha, itu digagas 14 hari,” katanya. Namun, belum semua daerah mampu memberikan layanan perizinan dalam kurun waktu 14 hari. Dari evaluasi kemendagri pada 2014, mayoritas waktu proses pengurusan izin yang menjadi kewenangan daerah rata-rata masih diselesaikan dalam waktu 17 hari. Lamanya penyelesaian proses perizinan antara lain disebabkan karena belum lengkapnya persyaratan yang dibutuhkan. Namun, ada pula yang kurang dari seminggu sudah bisa mengeluarkan perizinan. “14 hari itu kan mulai dari akte notaris dan lain-lain. Justru di beberapa daerah kalau kelengkapannya terpenuhi, ada yang sudah bisa menyelesaikannya dalam waktu 2 atau 3 hari. Makanya kita juga mendorong untuk yang mengusulkan (perizinan,red) itu kelengkapannya dipenuhi terlebih dahulu. Kalau lengkap, ada sehari yang selesai,” katanya. Selain MoU empat kementerian, pemerintah kata Marwan juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2014, tentang Perizinan Usaha Mikro dan Kecil. Langkah ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum dan sarana pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengembangkan usahanya. Karenanya dalam Perpres itu diatur proses perizinan yang hanya dalam waktu satu hari. Dalam Pasal 4 ayat 1 Perpres yang sama bahkan ditetapkan pelaksana izin usaha mikro dan kecil (IUMK) adalah camat yang mendapatkan pendelegasian kewenangan dari bupati/wali kota. Selanjutnya, dimungkinkan pula bagi camat mendelegasikan kewenangannya kepada lurah/kepala desa dengan memertimbangkan karakteristik wilayah. “Dalam Perpres juga diatur bahwa biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan pemberian dan penyelenggaraan serta pembinaan, dan pengawasan IUMK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jadi keberadaan Perpres ini memang sepenuhnya untuk membantu pelaku usaha mikro dan kecil mengembangkan usahanya,” kata Marwan. Apakah dari evaluasi yang dilakukan Kemdagri masih terdapat keluhan pelaku usaha terkait proses perizinan” Marwan mengatakan pihaknya hanya melakukan evaluasi yang sifatnya umum. “Laporan yang kita terima biasanya bukan masalah pungutan, tapi keterlambatan. Kalau terkait pungutan, tidak ada keluhan. Tidak tahu ke kementerian/lembaga lain,” katanya.(gir/jpnn) Berikut beberapa daerah yang belum menerapkan PTSP: 1. Kabupaten Jember (Jawa Timur) 2. Kabupaten Malaka (Nusa Tenggara Timur), Daerah Otonomi Baru 3. Kabupaten Mahakam Ulu (Kaltim), DOB 4. Kabupaten Luwu (Sulawesi Selatan) 5. Kabupaten Buton Selatan (Sultra) DOB 6. Kabupaten Buton Tengah (Sultra) DOB 7. Kabupaten Kolaka Timur (Sultra), DOB 8. Kabupaten Konawe Kepulauan (Sultra), DOB 9. Kabupaten Muna Barat (Sultra), DOB 10. Kabupaten Mamuju Tengah (Sulawesi Barat), DOB 11. Kabupaten Pulau Taliabu (Maluku Utara), DOB 12. Kabupaten Kepulauan Aru (Maluku) 13. Kabupaten Halmahera (Maluku Utara) 14. Kabupaten Kepulauan Sula (Maluku Utara) 15. Kabupaten Pulau Taliabu (Maluku Utara), DOB 16. Kabupaten Asmat (Provinsi Papua) 17. Kabupaten Boven Digoel (Provinsi Papua) 18. Kabupaten Deiyai (Provinsi Papua) 19. Kabupaten Dogiyai (Provinsi Papua) 20. Kabupaten Intan Jaya (Provinsi Papua) 21. Kabupaten Lanny Jaya (Provinsi Papua) 22. Kabupaten Mambremo Raya (Provinsi Papua) 23. Kabupaten Mambremo Tengah(Provinsi Papua) 24. Kabupaten Nduga (Provinsi Papua) 25. Kabupaten Paniai (Provinsi Papua) 26. Kabupaten Pegunungan Bintang (Provinsi Papua) 27. Kabupaten Puncak (Provinsi Papua) 28. Kabupaten Puncak Jaya (Provinsi Papua) 29. Kabupaten Sarmi (Provinsi Papua) 30. Kabupaten Supiori (Provinsi Papua) 31. Kabupaten Tolikara (Provinsi Papua) 32. Kabupaten Waropen (Provinsi Papua) 33. Kabupaten Yahukimo (Provinsi Papua) 34. Kabupaten Yalimo (Provinsi Papua) 35. Kabupaten Manokwari Selatan (Papua Barat), DOB 36. Kabupaten Maybrat (Papua Barat) 37. Kabupaten Pegunungan Arfak (Papua Barat) 38. Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat) 39. Kabupaten Tambrauw (Papua Barat) 40. Kabupaten Teluk Bintuni (Papua Barat) 41. Kabupaten Teluk Wondama (Papua Barat)
Sumber :www.jpnn.com