Jakarta – Daerah perbatasan sebagai wajah terluar bangsa Indonesia harus benar-benar dipelihara. Hal ini disadari oleh Kementerian Dalam Negeri, terutama dalam aspek pelayanan masyarakat.
Bahkan, Kemendagri melalui PATEN atau pelayanan terpadu Kecamatan sudah mulai bergerak. Namun tidak cukup kalau hanya mengandalkan pelayanan, perlu adanya peningkatan pembangunan infrastruktur dan keamanan.
Oleh karena itu, Mendagri, Tjahjo Kumolo berinisiatif menggandeng aparat kepolisian dan keamanan. Menurutnya, perlu keterlibatan pihak-pihak seperti Polisi dan TNI dalam mengembangkan daerah.
“Kami akan libatkan Polri dan TNI mengembangkan wilayah perbatasan,” kata Tjahjo di Jakarta (9/3/2015).
Menurutnya, sebanyak 87 Kecamatan di wilayah perbatasan memerlukan sentuhan aparat untuk membantu pembangunan dan keamanan. Belum lagi ada 160 kecamatan lainnya yang sebagian terletak di perbatasan minim akan fasilitas kesehatan.
Apalagi jika dikaitkan dengan darurat narkoba, daerah perbatasan sangatlah rawan. Sebab wilayah yang bersinggungan langsung dengan negara lain kerap dimanfaatkan oleh pengedar. Perlu pengamanan ketat di area tersebut untuk menghentikan pasokan barang haram masuk ke Indonesia. “Ada 46 pengguna yang mati tiap hari,” tegas Tjahjo.
Meski demikian, Kemendagri tidak akan menutup mata pada konflik yang sering terjadi antara TNI dan Polri. Perseteruan antara dua instansi memang tak bisa dibantah. Dimulai dari masalah kecil seperti saling pelotot dan hal lain di wilayah perbatasan.
Sementara Dirjen Pemerintahan Umum Kemendagri, Agung Mulyana mengaku pihaknya sudah memiliki strategi mengatasi hal tersebut. Menurutnya, perlu ada aktifitas yang konkrit bagi para stake holder. Tujuannya agar pihak-pihak yang terlibat memiliki kesibukan bersama dan lebih akur.
Agung mencontohkan kegiatan konstruksi di perbatasan. Dengan memanfaatkan Direktorat Zeni Angkatan Darat, pembangunan infrastruktur bisa digenjot.
Hal tersebut menghindarkan personil AD dari kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan konflik. Terlebih jarang ada kontraktor yang mau menjalankan proyek di perbatasan.
“Konkritnya begini, di perbatasan membangun itu siapa sih kontraktok yang mau? Tapi kita butuh jalan, infrastruktur, itu kita bisa minta TNI dengan zeni AD mereka masuk sana,” kata Agung.
Menurutnya, langkah itu bukannya tidak mungkin. Karena waktu menjadi Deputi Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan BNPP, Agung pernah menjalankan skema tersebut. Landasan terbang di perbatasan Kalimantan Timur dengan Serawak, Malaysia dikerjakan semuanya oleh Direktorat Zeni AD.
“Mekanisme polanya adalah Pemda dengan zeni AD, kami pembinanya. Yang mesti dilakukan, ke depannya yang seperti ini harus diperbanyak. TNI kerja konkrit di perbatasan,” kata Agung.
Kerja konkrit diyakininya bisa membina kesetiakawanan di antara aparat. Berbeda dengan skema melalui sistem pos yang bekerja sendiri-sendiri dan mengelompok. Tetapi pekerjaan konkrit itu bukannya tanpa halangan, ada aturan yang lebih fleksible dan perlu diperjelas. Soal pemanfaatan dana infrastruktur daerah yang bisa dialirkan ke aparat.
Kelak diharapnya jika strategi ini tercapai, pembangunan infrastruktur perbatasan akan lebih murah. Sekarang pemerintah hanya perlu membicarakan formulasi infrastruktur ke arah regulasi. Supaya memberi payung hukum bagi aparat untuk bekerja konkrit di daerah.
“Jadi banyak di tingkat regulasi ini yang perlu dibicarakan. Ini belum ada yang membicarakan secara khusus,” kata Agung.
Sumber :www.tribunnews.com