Jakarta – Koordinator Sahabat Keadilan Desa atau SaKa Desa Ismail Hasani mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) untuk melepaskan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) ke Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.
Pasalnya, desa bukanlah satu jenjang pemerintahan paling bawah, melainkan satu kesatuan masyarakat hukum.
“Desa dalam UU Desa didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum bukan satu jenjang pemerintahan paling bawah. Karena itu, mengurus desa harus keluar dari rezim pemerintahan daerah,” ujar Ismail yang juga menjadi Direktur Riset Setara Institute di Jakarta pada Senin (5/1).
Menurutnya, upaya Kemdagri yang bersikukuh mempertahankan urusan pemerintahan desa adalah manifestasi dari amputasi otonomi yang dijamin oleh UU Desa dan Pasal 18 B UUD Negara RI tersebut.
“Alasan adanya konflik hukum dengan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang masih memberi kewenangan pada Kemdagri, itu bisa dikesampingkan,” katanya.
Dalam situasi konflik norma semacam ini, jelasnya yang berlaku adalah UU Desa sebagai lex specialist dan harus diutamakan. UU Pemda yang disahkan pada musim Pemilu juga disadari mengandung banyak kekeliruan karena tidak diharmonisasi dengan UU yang lain.
“Jadi, penggunaan UU Pemda sebagai argumentasi kewenangan Kemdagri dalam mengelola desa adalah keliru dan lari dari tujuan filosofis dan sosiologis UU Desa,” tandasnya.
Ismail pun mengharapkan penyelenggaraan UU Desa harus terintegrasi dalam satu Kementerian yakni Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Menurutnya, ini dilakukan demi otonomi desa, agar desa bisa membangun secara mandiri dan tidak lagi menjadi alas kaki kekuasaan semata.
“Jika Jokowi tetap terbitkan Perpres SOTK yang masih membagi urusan desa pada dua kementerian (Kemendagri dan Kemendes PDT dan Transmigrasi), bukan tidak mungkin Perpres itu dibatalkan Mahkamah Agung melalui mekanisme uji materiil, karena bertentangan dengan UU Desa,” tegasnya.
Sumber : www.beritasatu.com