Jakarta- Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong penerapan Mal Pelayanan Publik (MPP) berbasis digital di daerah, khususnya terkait perizinan dan layanan lainnya sesuai kebutuhan daerah. Selama ini MPP diartikan berupa bangunan fisik, yang membuat tidak semua daerah mampu membangunnya terlebih bagi yang kapasitas fiskalnya rendah.
Demikian disampaikan oleh Pelaksana Harian (Plh.) Pusat Strategi Kebijakan (Pustrajakan) Kewilayahan, Kependudukan dan Pelayanan Publik (KKPP) BSKDN Faisal Syarif saat mewakili Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo dalam kegiatan Sosialiasi dan Pelatihan Setting Layanan Mal Pelayanan Publik Indonesia (MPPI) di Hotel The Acacia Jakarta pada Kamis, 2 Mei 2024.
Berdasarkan data Kemendagri, lanjut Faisal, saat ini baru ada 216 MPP yang sudah diresmikan dan beroperasi atau sekitar 43 persen dari total kabupaten/kota. Sementara itu, 64 persen atau 292 daerah yang tersisa belum mendirikan MPP. Berdasarkan catatan tersebut, ke depan BSKDN Kemendagri menargetkan pembentukan MPP di daerah meningkat.
“MPP ini merupakan salah satu wujud nyata reformasi birokrasi pelayanan publik yang strategis, inovatif, kreatif, dan berdampak luas yang manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Peningkatan MPP ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo,” jelas Faisal.
Faisal menerangkan, daerah yang belum membentuk MPP didominasi oleh daerah dengan kemampuan fiskal yang sangat rendah. Kondisi tersebut menghambat target pembentukan MPP, khususnya pemenuhan secara fisik. Oleh karena itu, penyelenggaraan MPP didorong ke arah digital. Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi mempercepat capaian target pembentukan MPP di daerah.
Dalam hal ini, lanjut Faisal, BSKDN bekerja sama dengan Plan-C Institute dan Ford Foundation menghadirkan Mal Pelayanan Publik Indonesia (MPPI) demi percepatan penyelenggaraan MPP digital di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. MPPI sendiri merupakan sebuah arsitektur penyelenggaraan pelayanan publik secara elektronik yang dirancang dengan model cloud computing.
“MPPI ini dibangun untuk mengintegrasikan berbagai layanan yang ada di MPP dalam satu aplikasi agar memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan secara terpadu,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Plan C Institute Budi Raharjo mengatakan, MPPI sudah diuji coba dan diterapkan di Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan. Sejauh ini dalam penerapannya, MPPI mendapatkan respon yang positif karena pemakaiannya yang mudah dan dapat disesuaikan dengan ragam layanan yang ada di daerah.
“Kita punya target tahun ini artinya kalau kita mulai Mei, ada 200 daerah yang akan pakai MPPI. Tentu saja tidak bisa Kemendagri bekerja sendiri karena secara regulasi Mal Pelayanan Publik ini sudah didahului oleh KemenPAN-RB pasti kita juga (akan berkoordinasi),” tambahnya
Di lain pihak, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Sinjai Lukman Dahlan mengungkapkan, kendati kewenangan MPP Digital Nasional berada di KemenPAN-RB, tapi MPPI yang diterapkan di Sinjai berbeda dengan MPP Digital Nasional. MPPI memungkinkan daerah dapat memperbaiki atau melakukan penyesuaian dengan layanan di daerah secara mandiri.
“Kalau di MPP Digital itu harus dengan izin mereka (KemenPAN-RB) yang dibuat oleh developernya. Kalau kita di MPPI kita bisa ubah penyesuaian dengan amat mudah, dashboard-nya atau pilhan-pilihan menunya memungkinkan kita melakukan tambahan pengurangan setiap layanan yang ada,” tegasnya