Jakarta, – Panjangnya rentang kendali pemerintah pusat ke daerah menyulitkan pembangunan di daerah perbatasan. Karena itu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana memekarkan sejumlah daerah perbatasan. Seperti, Pulau Sebatik, yang direncanakan menjadi sebuah kota atau kabupaten.
Pekan lalu, Mendagri Tjahjo Kumolo menggelar rapat koordinasi pembangunan perbatasan dengan Menteri Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimoeljono. Hasilnya, selain percepatan pembangunan, opsi melakukan pemekaran daerah juga menguat.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menuturkan, panjangnya jenjang pemerintahan dari pemerintah pusat hingga desa di perbatasan itu membuat pembangunan infrastruktur menjadi kurang mengakomodasi daerah perbatasan. “Solusinya memang pemekaran khusus,” katanya, Minggu (23/11).
Dengan begitu, pengawasan terhadap pembangunan di daerah perbatasan juga bisa lebih mudah. Pembangunan daerah perbatasan diupayakan mencakup tiga aspek, kesejahteraan, keamanan, dan lingkungan. “Ada 173 kecamatan yang pembangunannya diupayakan dengan tiga aspek itu. Namun, beberapa memang terganjal karena panjangnya birokrasi,” tuturnya.
Pemekaran daerah perbatasan, salah satu prioritasnya ada di pulau Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia. Panjangnya garis perbatasan kedua negara yang mencapai 2.004 km membuat pembangunan kian penting. Di Ujung Timur Kalimantan, terdapat Pulau Sebatik yang pembangunannya berbanding terbalik dengan Kota Tawau, Malaysia. “Memang belum sebanding pembangunannya,” ujar Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Triyono Budi.
Bahkan, untuk berobat masyarakat Pulau Sebatik harus menggunakan perahu selama 20 menit ke Kota Tawau. Dalam pulau yang terbagi dua, milik Indonesia dan Malaysia itu hanya ada tiga kecamatan, yakni Sebatik, Sebatik Barat dan Sebatik Tengah. “Tiga kecamatan ini memang sejak awal ingin menjadi kota, sebab infrastrukturnya belum dibangun dengan baik. ini juga agar bisa seimbang dengan kota Tawau,” paparnya.
Menurut dia, pemekaran daerah perbatasan seperti Pulau Sebatik memang bisa dilakukan. Namun, sebenarnya pemerintah telah melakukan pemekaran agar memotong jenjang birokrasi, seperti, pembentukan provinsi Kalimantan Utara dan pemekaran kabupaten Mahakam Ulu. “Sebatik bisa menyusul kemudian, bila memang memenuhi unsurnya,” tuturnya.
Namun, pemekaran daerah bukan satu-satunya solusi untuk bisa membangun daerah perbatasan. Solusi lain yang telah dirancang adalah mendelegasikan kewenangan lebih pada kecamatan-kecamatan. Seperti, sektor perizinan. Misalnya, kecamatan bisa memproses perizinan pembangunan usaha. “Ini menjadi salah satu cara yang diatur dalam Undang-undang nomor 23/2014 tentang pemerintah daerah,” ucap Budi.
Pendelegasian kewenangan ke kecamatan itu menjadi penting karena di daerah perbatasan terdapat halangan geografis yang tinggi. Misalnya, Kecamatan Badau di Kalimantan Barat yang jaraknya 97 kilometer ke Pontianak, ibu kota Kalbar. “Kalau ingin mengurus izin itu harus ke ibu kota, jaraknya yang jauh tentu menyulitkan,” terangnya.
Dengan kecamatan yang memiliki kewenangan perizinan, maka masyarakat akan dimudahkan. Pembangunan di kecamatan itu juga bisa berjalan lancar. “Harapannya, bisa berdampak pada kesejahteraan masyarakat yang meningkat,” tuturnya.
Sementara Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, pihaknya sudah berulang kali mengunjungi sejumlah daerah perbatasan negara. Yang banyak terlihat adalah banyaknya pertentangan kepentingan antara lembaga pusat dan daerah. “Jadi, peran pemda itu memang dikebiri,” terangnya.
Karena itu, lanjut dia, memang dibutuhkan peningkatan kewenangan daerah dan integrasi kinerja antara lembaga. Sekaligus, peningkatan sumber daya manusia (SDM)di perbatasan. “Jangan hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tapi SDM juga perlu diseimbangkan,” tuturnya.
Sumber : www.jpnn.com