Jakarta– Pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD) tidak hanya menyangkut soal realisasi. Lebih dari itu, penggunaan APBD harus berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Pesan itu ditekankan Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo saat memimpin Rapat Pembahasan Revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah (IPKD) di Aula BSKDN pada Jumat, 31 Maret 2023.
Dalam arahannya Yusharto mengatakan, ke depan IPKD diharapakan dapat menjadi pedoman bagi pemerintah daerah (Pemda) dalam menyusun APBD yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Dirinya mengimbau APBD yang disusun tidak hanya mementingkan realisasi, tetapi juga harus bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
“Ya kita coba dorong dengan pengukuran yang tepat agar bisa jadi guidance bagi daerah untuk melakukan proses perencanaan sampai dengan merealisasikan anggaran itu dengan cara-cara yang benar, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat, bukan sekadar realisasi,” jelasnya.
Oleh karena itu, BSKDN terus berupaya menyempurnakan IPKD dengan merevisi Permendagri Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pengukuran IPKD. Yusharto mengatakan, revisi ini dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dapat memotret kualitas tata kelola keuangan di daerah.
Dengan begitu, dia berharap, hasil pengukuran IPKD dapat memacu daerah untuk terus memperbaiki pengelolaan keuangannya, sehingga kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat bisa lekas terwujud.
Sementara itu, terkait penyempurnaan pengukuran IPKD, Yusharto meyakini dapat segera merampungkannya mengingat indeks ini telah mendapat banyak perhatian dari berbagai pihak, seperti United States Agency for International Development (USAID) dengan program melingkupi Tata Kelola Pemerintahan yang Efektif, Efisien, dan Kuat (ERAT).
“Kita melakukan kerja sama dengan mereka (USAID ERAT) untuk melakukan serangkaian kegiatan untuk bisa memantau terus dan melakukan penyempurnaan terhadap instrumen maupun peraturan yang mengatur tentang IPKD,” ujarnya.
Sebagai informasi tambahan, secara garis besar substansi yang akan direvisi dalam Permendagri tersebut yakni nomenklatur instansi Litbang yang beralih menjadi BSKDN. Perubahan lainnya yaitu sumber data IPKD yang berasal dari dokumen pengelolaan keuangan daerah yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) provinsi dan kabupaten/kota.
Revisi lainnya mencakup Dimensi Pengelolaan Anggaran Belanja dalam APBD yang perlu ditambahkan mengenai skema pengukuran alokasi anggaran untuk daerah di Papua, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Revisi juga perlu dilakukan pada Dimensi Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah terkait penyajian dokumen pengelolaan keuangan daerah oleh Pemda melalui website resmi masing-masing. Terakhir, revisi terkait Klaster Kemampuan Keuangan Daerah yang perlu disesuaikan sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan meliputi kategori Sangat tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, dan Sangat Rendah.