Jakarta – Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus mendorong pembentukan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA). Hal ini penting karena perangkat daerah tersebut sebagai tulang punggung penyusunan kebijakan berbasis riset di daerah. Upaya ini dilakukan untuk mendukung cita-cita besar pemerintah Indonesia yang mencanangkan pada 2045 menjadi Indonesia “emas” yang maju dalam berbagai aspek.
“Saya yakin kalau semua kebijakan berdasarkan riset, data, dan kebersamaan atau sinergitas antar lembaga, maka negara ini akan dapat lebih maju dan sejahtera,” ucap Kepala BSKDN Kemendagri Eko Prasetyanto saat memberi arahan dalam Forum Diskusi Aktual (FDA) Optimalisasi Percepatan Pembentukan Perangkat Daerah BRIDA yang digelar secara hibrid dari Aula BSKDN pada Senin, 25 Juli 2022.
Dirinya berharap, dengan adanya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dapat membantu pengambilan kebijakan berbasis riset dan penyebaran hasil riset semakin luas. Hal ini juga termasuk dengan adanya BRIDA di daerah. Dia menegaskan, upaya menghadirkan kebijakan berbasis riset ini membutuhkan dukungan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah (pemda) dalam hal ini berkaitan dengan pembentukan BRIDA di daerahnya masing-masing.
Eko mengimbau agar seluruh peserta dalam yang mengikuti forum diskusi tersebut dapat memberikan sumbangsih, kontribusi, saran, dan pendapat untuk memajukan riset, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Adapun narsumber yang hadir dalam diskusi tersebut di antaranya adalah Peneliti Madya Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri BRIN Ray Septianis Kartika, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Mas’udi, Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Cheka Virgowansyah, Direktur Pusat Teknologi Inovasi Daerah BRIN Atang Sulaeman, serta Plt. Direktur Pembinaan Jabatan Fungsional dan Pengembangan Profesi BRIN Rahma Lina.
Dalam kesempatan tersebut, narasumber yang hadir menyampaikan pandangannya terkait pembentukan BRIDA. Hal ini seperti yang disampaikan Ray Septianis Kartika. Dia mengungkapkan, optimalisasi percepatan pembentukan BRIDA pada dasarnya tidak bisa lepas dari Pasal 231 dan 219 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU tersebut, pembentukan lembaga tertentu di daerah diperbolehkan dengan persetujuan menteri dan berfungsi sebagai penujang urusan pemerintahan.
Ray mengakui belum semua daerah membentuk BRIDA. Karena itu, ia mengimbau agar pemda segera membentuk BRIDA untuk menggenjot perkembangan riset dan inovasi di daerah. “Dalam hal ini BRIDA berfungsi untuk menjaga ekosistem Indeks Inovasi Daerah pada 2021 yang sudah mencapai 25.124 inovasi,” ucapnya.
Sejalan dengan itu, Cheka Virgowansyah menekankan pentingnya keberadaan BRIDA di daerah. Menurutnya, BRIDA bukan berfungsi sebagai operating core atau pelaksana tugas, tetapi membantu perangkat daerah lain dalam melaksanakan kebijakan kepala daerah melalui hasil riset. “Jangan sampai saat dinas tidak bisa mengerjakan (arahan kepala daerah), lalu BRIDA yang mengambil alih, itu suatu kekeliruan,” ucapnya.
Lebih lanjut Cheka menjelaskan, pembentukan BRIDA diatur melalui Peraturan Daerah (Perda), bukan oleh keputusan Kepala BRIN. Kendati demikian, pembinaan dan pengawasan (binwas) teknis dilakukan oleh BRIN, dan Kemendagri berperan menjalankan binwas umum.
“Kami mendorong pembentukan BRIDA itu atas dasar fungsi binwas yang melekat pada kami. Sementara binwas teknis kami serahkan ke BRIN,” pungkasnya.