JAKARTA – Badan Litbang Kemendagri menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Model Inovasi Pelayanan Pemerintah Daerah dalam Mitigasi Bencana Tahun 2021, Jumat (9/4/2021). Kajian ini dihelat sebagai upaya mengurangi risiko bencana alam. Mengingat, berbagai wilayah di Indonesia merupakan ring of fire, atau daerah dengan tingkat kerawanan terhadap bencana yang cukup tinggi. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2021, selama rentang waktu 2016-2020, jumlah kasus bencana alam di Indonesia terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2017 tercatat sebanyak 2866 kasus bencana alam. Hal itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 2306 kasus. Kemudian jumlah itu kembali naik di tahun 2018 dan 2019, dengan masing-masing sebesar 3397 dan 3814 bencana alam. Namun, tren tersebut menurun di tahun 2020 dengan jumlah 2952 kasus bencana alam. Demikian paparan yang diungkapkan Sekretaris Badan Litbang Kurniasih ketika membuka acara tersebut di Aula Badan Litbang.
Dalam sambutannya mewakili Kepala Badan Litbang, A. Fatoni, Kurniasih mengatakan upaya penanganan terhadap bencana perlu dilakukan dengan optimal. Itu mengingat sejauh ini mitigasi bencana masih terfokus pada usaha pemerintah, bukannya kesiapan dari masyarakat. Padahal, secara geografis, geologis, hidrologi, dan demografis, wilayah Indonesia tidak bisa lepas dari kemungkinan terjadinya bencana alam. “Sehingga masyarakat harus dibiasakan sejak dini untuk melatih kesiapsiagaan hidup berdampingan dengan bencana alam yang datang sewaktu-waktu,” papar Sekretaris Badan.
Kurniasih mengatakan bencana alam yang terjadi di Indonesia didominasi oleh hidrometeorologi, yakni bencana yang dipengaruhi cuaca. Hal itu di antaranya seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu pihaknya mendorong untuk melakukan sosialisasi masif kepada masayarakat, sehingga bisa meminimalisir terjadinya korban. Kurniasih berharap FGD tersebut bisa melahirkan inovasi kebijakan bagi pemerintah daerah dalam menangani bencana alam. “Kiranya FGD ini bisa memberi manfaat bagi pemerintah daerah, masyarakat, dan kita semua,” katanya.
Sementara itu, Staf Ahli Studi Bencana UGM, Djati Mardiatno menyoroti pentingnya melakukan mitigasi bencana yang benar. Langkah itu dapat dimulai dengan membuat bangunan rumah sesuai karakteristik kebencanaan. Dia mencontohkan bangunan rumah tradisional Jawa yang mengadopsi potensi bencana gempa bumi. Hal itu menjadikan risiko bencana dapat dikurangi. Ihwal bentuk mitigasi dalam lingkup desa, pihaknya telah membuat inovasi bertajuk aplikasi desa SiApps. “Ini terkait alat komunikasi kesiapsiagaan bencana dan self awareness,” kata Mardiatno yang hadir secara virtual.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Mitigasi Bencana BNPB Johny Sumbung mengatakan perlunya melakukan mitigasi struktural dan non-struktural. Itu terkait banyaknya bencana alam dalam rentang waktu Januari sampai Maret 2021 yang mengakibatkan 277 orang meninggal dunia. Sedangkan, di saat yang sama, sebanyak 12.422 korban lainnya mengalami luka-luka, serta 12 orang masih dinyatakan hilang. Selain itu, juga masih terdapat 4.140.392 korban yang menderita dan mengungsi. “Ini datanya masih sampai 22 Maret 2021. Belum lagi nanti ditambah dengan kejadian bencana di NTT,” kata Johny dalam paparannya secara virtual.
Menurut Johny, dalam menyikapi potensi bencana, perlu dilakukan gerakan pengurangan risiko bencana. Hal itu dapat dilaksanakan dengan menerapkan cara berpikir ecosystem based. Upaya tersebut, lanjut Johny, bisa dilakukan dengan membentuk “tiga sekolah”. Di antaranya sekolah gunung, yakni melakukan konservasi kawasan hulu. Kemudian sekolah sungai, yaitu gerakan menyelamatkan sungai, mengelola sampah, hingga memanfaatkan sungai ekologis. Serta sekolah laut, yang dilakukan dengan penanaman mangrove, membersihkan pantai, dan memanfaatkan pesisir ekologis. “Ini semua menjadi modal kita menghadapi bencana dengan turut melibatkan masyarakat dan relawan,” pungkasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG Marjuki, Analis Kebijakan Direktorat Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Ditjen Bina Adwil Kemendagri Yoga Wiratama, serta Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Bogor, Dede Armanysah. (AF)