JAKARTA– Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (BPP Kemendagri), menggelar webinar nasional membahas solusi refocussing kegiatan dan realokasi APBD dalam penanganan Covid-19 (20/5). Narasumber yang dihadirkan yakni Prof. Dr. Bahrullah Akbar, Anggota BPKRI; Dr. Moch. Ardian, M.Si., Plt. Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri; Dr. Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah; dan Ir. Ferry Sofwan Arif, M.Si, Plt. Kepala BPKAD Provinsi Jawa Barat.
Webinar dibuka oleh Plt. Kepala BPP Kemendagri, Dr. Drs. Agus Fatoni, M.Si sekaligus sebagai keynote speech. Peserta yang mendaftar sebagai peserta sebanyak 837. Namun webinar diikuti lebih dari 1000 peserta. Karena webinar dapat diikuti langsung secara live melalui streaming youtube BPP Kemendagri. Banyak peserta mengikuti webinar secara bersama-sama. Peserta yang terdaftar di antaranya dari BPK RI, Sekretaris Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kepala Badan Litbang Daerah/OPD yang menjalankan fungsi Litbang, Kepala Bappeda, Kepala BPKAD Provinsi dan Kabupaten/Kota, Peneliti Kemendagri dan Daerah, P2UPD di lingkup Inspektorat Jenderal Kemendagri, ASN Badan Badan Litbang Kemendagri, mahasiswa, akademisi, praktisi dan masyarakat umum.
Pada sambutan pembukaan, Fatoni menyampaikan bahwa sampai saat ini masih ada sejumlah daerah yang belum mengikuti kebijakan refocussing dan realokasi APBD. Kondisi ini menunjukkan, penanganan Covid-19 belum menjadi prioritas. Bagi pemerintah daerah yang tidak menaati ketentuan, dikenakan sanksi penundaan DAU. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kemenkeu dan Kemendagri pada April lalu, terdapat lebih dari 380 pemerintah daerah yang belum menjalankan realokasi anggaran, mendapat sanksi penundaan penyaluran DAU. Penundaan tersebut seharusnya tidak terjadi, apabila pemerintah daerah melakukannya secara tepat, cermat, teliti, dan berkonsultasi dengan pemerintah pusat,” ujar Fatoni.
Sementara itu, Plt. Dirjen Bina Keuda Kemendagri, Ardian membenarkan adanya evaluasi yang dilakukan Kemendagri dan Kemenkeu terhadap laporan pemerintah daerah. Sejumlah pemerintah daerah sudah melakukan refocussing dan realokasi dengan jumlah yang cukup besar. Namun, ada pula daerah yang melakukannya dengan persentase terbatas. “Ada beberapa pemerintah daerah yang proses refocussing-nya kurang dari 30 persen, karena setelah diasesmen, pemerintah daerah tersebut tidak mungkin melakukan refocussing dan realokasi lagi,” ujarnya. Ia menduga kondisi tersebut akibat pemerintah daerah belum menganggap penanganan Covid-19 sebagai suatu hal yang krusial.
Menanggapi itu, Robert Jaweng mengatakan, sanksi penundaan DAU harus dilihat sebagai terapi kejut bagi pemerintah daerah. Lebih jauh, penundaan ini bertujuan untuk memastikan pemerintah daerah memunyai komitmen dan kapasitas dalam menanggulangi pandemi. Ia berharap, sanksi ini betul-betul ditegakkan untuk menjadi pelajaran di masa mendatang. “Kalau kita menjadikan sanksi ini hanya sebagai macan kertas, dan kita tidak tegas, ini akan menjadi kebiasaan. Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir,” ujarnya.
Di sisi lain, Ferry menceritakan bagaimana Provinsi Jawa Barat dapat menyelesaikan realokasi APBD sesuai dengan arahan pemerintah pusat. Pada laporan awal disampaikan, Provinsi Jawa Barat masuk ke dalam daerah yang DAU-nya ditangguhkan. Namun, pihaknya terus melakukan pembenahan serta membangun komunikasi dengan Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, sehingga penangguhannya dicabut. Sementara itu, Bahrullah memahami kondisi perubahan yang ada di daerah akibat pandemi, termasuk yang berkaitan dengan postur APBD. “Pada intinya BPK akan bersama-sama memahami kondisi yang terjadi,” ujarnya.
Peserta sangat antusias mengikuti webinar dan menyambut baik kegiatan semacam ini. Peserta mengusulkan, acara webinar ini perlu digelar sesering mungkin, dengan tema aktual, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan terkini. Hal tersebut antara lain disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Seram Bagian Timur, Dr. Syarif Makmur dan Kepala Badan Litbang Kabupaten Badung, I Wayan Suambara.