Dikutip dari economy.okezone.com, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan survei pola kemitraan petani tembakau. Hasilnya, petani yang bergabung dalam kemitraan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding non-mitra.
Selain pengukuran faktor peningkatan kesejahteraan petani, team peneliti IPB juga meneliti bentuk-bentuk kemitraan yang ada untuk menghasilkan rekomendasi kepada Pemerintah. Demikian kajian IPB dengan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) untuk disampaikan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan sektor industri hasil tembakau.
“Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali lebih dalam mengenai skema kemitraan serta menuai pelajaran dari keberhasilan tersebut untuk kami rumuskan sebagai rekomendasi skema kemitraan kepada pemerintah.” ujar Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Nunung Nuryartono, dalam keterangannya, Minggu (19/1/2020).
Dalam penelitiannya, IPB merekomendasikan terkait kriteria kemitraan yang berkelanjutan (sustainability) dengan syarat. Ada tiga hal, pertama hak dan kewajiban dilakukan sesuai dengan kesepakatan, kedua transparansi dalam penetapan harga produk yang dikaitkan dengan kualitas, ketiga loyalitas petani mitra (inti dan plasma) dalam memasarkan produk ke perusahaan mitra dan keempat Saling percaya antara sesama pelaku kemitraan.
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah, hasil analisis usaha tani menunjukkan bahwa kemitraan memengaruhi secara positif produktivitas petani mitra. Sehingga kemitraan harus didorong untuk meningkatkan pertanian tembakau, dimana stabilitas harga tembakau juga berperan dalam peningkatkan kesejahteraan petani dalam jangka panjang.
Menyikapi hasil penelitian tersebut, Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana mengungkapkan, persoalan industri hasil tembakau dalam isu kemitraan harusnya di dorong oleh kemudahan regulasi.
“Peta jalan mau kemana terkait dengan tembakau, ini pertanyaan kami. Beberapa proses penyusunan kebijakan disektor lain menganut pola mirip terjadi di IHT. Ketika produk perkebunan memiliki kotribusi besar pada PDB maka banyak regulasi muncul di situ, kalau tidak berkontribus besar tidak ada regulasi di situ,” uarnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian, Yuli Sri Wilanti menjelaskan hasil penelitaian IPB sudah cukup baik dalam pola intiplasmas.
Menurutnya kerjasama dari sisi benefit diperlukan dari sisi perusahaan, juga ada kepastian suplai produk. Dari sisi petani ada kepastian pasar, sehingga ini memberikan keuntungan bagi kedua pihak.
“Kalau melakukan kemitraan dan ke depan ada MoU, maka petani punya kepastian. Pasti akan memberikan keuntungan produktivitas lebih tinggi. karena kalau bicara industri perusahan melakukan landasan kerjasama yang sesuai, petani juga dilakukan pendampingan supaya prioduksinya sesuai dengan diinginkan industri,” jelasnya.