Dikutip dari okezone.com, hujan lebat yang mengguyur DKI Jakarta dan sekitarnya pada Rabu 1 Januari 2020 pagi menjadi penyebab banjir yang mengakibatkan beberapa wilayah terendam dan memakan korban jiwa serta materi.
Penanganan banjir dan kurang maksimalnya langkah pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berdampal pada ribuan warga yang harus mengungsi dibayangi rasa cemas dari ancaman hujan lebat yang diprediksi BMKG masih terus terjadi sampai Februari mendatang.
Bercermin dari bencana banjir melanda beberapa daerah, Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Suryanto mengatakan tentang ancaman bencana yang kapan saja bisa melanda di kawasan Soloraya.
“Sekarang bukan waktunya untuk saling menyalahkan atau mengutuk. Banjir besar yang menimpa Jabodetabek seharusnya menjadi kaca benggala untuk meningkatkan kewaspadaan. Wilayah Soloraya pun tidak steril terhadap risiko bencana,” ujar Suryanto melansir situs resmi UNS, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Dia menegaskan bahwa hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur kawasan Soloraya dikhawatirkan dapat memicu terjadinya bencana alam.
“Hujan lebat dengan intensitas tinggi dikhawatirkan akan meningkatkan risiko longsor di wilayah Tawangmangu, Karanganyar dan risiko banjir di beberapa titik di Kota Surakarta dan beberapa kabupaten lainnya di Soloraya. Dampak risiko longsor atau banjir dan beberapa jenis bencana yang lain tidaklah sesederhana yang muncul,” tambahnya.
Berdasar dari bencana yang sudah pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, Suryanto menjelaskan dua jenis dampak bencana yaitu dampal langsung dan tidak langsung.
Dia memaparkan bahwa dampak langsung akibat bencana meliputi dampak yang ada nilai pasarnya dan dampak yang tidak ada nilai pasarnya. Dampak yang ada nilai pasarnya ia contohkan sebagai kerusakan lahan pertanian, rumah, kendaraan, dan fasilitas umum. Sedangkan, dampak yang tidak ada jenis pasarnya adalah kerugian yang sulit ditentukan nilai ekonominya, seperti bangunan yang memiliki nilai sejarah.
Risiko yang ditimbulkan pasca bencana tersebut tentunya harus diidentifikasi berdasar wilayah yang mempunyai risiko ancaman tinggi.
“Berdasarkan dari dampak risiko bencana yang mengancam, ada baiknya kita bersatu padu untuk mengidentifikasi kembali wilayah di sekitar kita yang memiliki tingkat risiko tinggi. Pemerintah juga bisa mengalokasikan anggaran untuk menyiapkan warga supaya lebih siap menghadapi risiko bencana.” imbuhnya.
Suryanto juga berharap agar masyarakat juga ikut waspada dan mengantisipasi datangnya bencana, misalnya dengan menyiapkan tas darurat yang dilengkapi dengan bahan makanan, senter, baju hangat, selimut, dan obat-obatan.