News

Peneliti Didorong untuk Tingkatkan Interaksi dengan Konsumen

Dikutip dari nasional.republika.co.id, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Telematika Penyiaran dan Ristek, Ilham Habibie mengatakan, pola peneliti dalam melakukan penelitian di era revolusi industri 4.0 harus diubah. Ia menuturkan, saat ini peneliti harus menggunakan pola proses inovasi yang terbuka atau open innovation process agar penelitian yang dilakukan bisa sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Ilham mengatakan, sebelum era revolusi industri 4.0 peneliti melakukan penelitian mereka di atas meja atau terbatas di laboratorium. Hasil penelitian tersebut kemudian baru dipublikasikan setelah jadi. Hal ini bersifat tertutup dan membuat penelitian yang dilakukan sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Hal yang seharusnya dilakukan ketika melakukan penelitian adalah membaca kebutuhan masyarakat. “Sekarang era inovasi, sambil kita berinovasi kita juga bisa berinteraksi dengan pengguna. Bisa dengan pengguna, bisa dengan peneliti lainnya,” kata Ilham, saat menjadi pembicara kunci pada forum Business Gathering and Innovation Show (BIG 2019), di Kantor LIPI, Jakarta, Kamis (19/12).

Berinteraksi dengan pengguna dan peneliti lain ini bisa mempengaruhi penelitian yang sedang dilakukan. Menurut Ilham, apabila peneliti peka dengan kebutuhan masyarakat secara umum maka akan lebih mudah untuk melakukan hilirisasi hasil penelitian.

Ia menjelaskan, tahapan pertama dalam sebuah inovasi adalah ideasi. Tahapan ideasi ini adalah ketika peneliti memiliki ide yang perlu dituangkan dalam sebuah penelitian. Ia mengatakan, di Indonesia banyak orang pintar yang memiliki ide luar biasa. Namun, tidak banyak yang membuktikan idenya menjadi prototipe.

Setelah ide, kemudian peneliti akan membuat prototipe atau purwarupa. Purwarupa ini perlu dilanjutkan ke tahapan selanjutnya yaitu industrialisasi. Setelah industrialisasi maka tahapan selanjutnya adalah komersialisasi sehingga hasil penelitian bisa memberikan keuntungan.

“Tapi sedikit sekali prototipe yang menjadi industri. Inovasi dan industrialisasi harus berbarengan. Tapi itu kita yang masih kurang,” kata Ilham menjelaskan.

Saat ini, Indonesia perlu mencontoh negara-negara lain untuk meningkatkan inovasi yang berujung komersialisasi. Ia mencontohkan, Korea Selatan yang waktu negaranya terbebas dari penjajahan tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Pada tahun 1950an, ia mengisahkan Indonesia dan Korea masih sama-sama negara miskin yang baru merdeka. Namun, apabila dilihat saat ini kondisi ekonomi Indonesia dan Korea Selatan sangat berbeda.

Ia menjelaskan, salah satu alasan Korea Selatan menjadi negara yang maju adalah investasi kepada inovasi. Penelitian dan pengembangan dibiayai dengan baik sehingga peneliti bisa menghasilkan inovasi. Setelah itu, inovasi juga dihubungkan ke komersialisasi.

Korea Selatan, menuangkan riset dan inovasi lalu dikaitkan ke industrinya. Selain itu, dukungan terhadap produk dalam negeri di negara tersebut besar. “Kalau lihat di sana sebagian besar mobil itu buatan Korea sendiri. Sekarang saya kira kalau sudah masalah TV itu sudah di tangan Korea. Bahkan layar yang kita gunakan di handphone itu dari Korea,” kata Ilham.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan, selama menjabat sebagai menteri hampir tiga bulan beberapa hal menjadi perhatiannya. Salah satu yang menjadi masalah utama dalam riset dan inovasi Indonesia adalah penelitian masih belum ke tahap industrialisasi.

Selain itu, sebagian besar dana penelitian dan pengembangan berasal dari pemerintah. Padahal, semestinya swasta banyak berkontribusi dalam penelitian dan pengembangan, sehingga ketika hasil penelitian dikeluarkan bisa sekaligus ke tahap industrialisasi dan komersialisasi.

“Hanya sedikit dari swasta. Mungkin itu yang menyebabkan inovasi ini belum berkembang di Indonesia,” kata Bambang.

Join The Discussion