JAKARTA- Seorang fasilitator dituntut memiliki pengetahuan andal agar mampu memandu suatu hal yang menjadi tugasnya. Tak terkecuali dengan fasilitator layanan Pusat Jejaring Inovasi Daerah (Puja Indah) yang berasal dari berbagai daerah. Puja Indah merupakan layanan yang diinisiasi BPP Kemendagri melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Inovasi Daerah untuk memacu inovasi di daerah. Guna menghadirkan fasilitator yang berkualitas, BPP Kemendagri mengadakan bimbingan teknis (Bimtek).
Penelitian terbaru mengatakan, Bimtek yang dilakukan BPP Kemendagri kepada fasilitator Puja Indah dari daerah sudah berjalan efektif dengan persentase 70 persen. Sementara untuk kompetensi narasumber Bimtek yang dihadirkan juga dinilai efektif sebesar 70,6 persen. Namun, pemahaman peserta mengenai materi Puja Indah dinilai kurang efektif. Kondisi itu berbeda dengan materi terkait ide kreatif yang dinilai sangat efektif sebesar 90,48 persen.
Penelitian itu dilakukan oleh dua peneliti BPP Kemendagri, yakni Ray Septianis Kartika dan Garsy Simorangkir. Hasil penelitian ini telah diterbitkan dalam Jurnal Matra Pembaruan dengan judul “Efektivitas Bimtek Fasilitator dalam Pelaksanaan Inovasi Daerah” volume 3 No 2, 2019.
Ray bersama kawannya, meneliti selama delapan hari dengan menghimpun data dari beberapa responden yang sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) terkait program Puja Indah. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 108 orang, yang berasal dari 7 provinsi, 30 kabupaten, dan 8 kota. Selain itu, ada pula responden dari internal BPP Kemendagri sebanyak 38 orang. Responden tersebut dipilih secara purposive sampling dengan pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner yang menggunakan bentuk pertanyaan terbuka dan tertutup.
“Pada kuisioner terbuka pertanyaan diarahkan pada pemetaan ide-ide peserta dan masukan peserta terhadap materi Bimtek pada tahun mendatang. Sedangkan kuisioner tertutup pertanyaan diarahkan pada tanggapan peserta terhadap materi dan kemampuan narasumber,” ujar Ray.
Ray mengatakan, indikator keberhasilan pelaksanaan Bimtek pada dasarnya ditentukan oleh beberapa komponen, di antaranya sasaran pelatihan atau pengembangan, peserta mampu memetakan ide kreatifnya mulai dari pemetaan masalah, dan ide inovasi untuk mengatasi masalah hingga langkah-langkah yang perlu dilakukan. Keberhasilan itu juga terletak pada keberadaan pelatih atau narasumber. Karenanya, narasumber harus sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan. “Pernyataan ini sangat berargumentasi mengingat dengan informasi yang akurat dan sistem pengajaran yang profesional, akan melahirkan Bimtek yang berkualitas dengan indikator tercapainya tujuan dan sasaran Bimtek,” ucap Ray.
Aspek lain yang turut memengaruhi keberhasilan Bimtek juga tidak terlepas dari keberadaan bahan ajar. Bahan itu mesti disusun berdasarkan sasaran pelatihan yang sudah ditetapkan. Dalam Bimtek yang dilakukan Puslitbang Inovasi Daerah, bahan yang digunakan berupa modul yang di dalamnya berisi beberapa bagian mengenai layanan Puja Indah dan beberapa poin terkait inovasi.
Sementara itu, untuk mengembangkan Bimtek yang dilakukan Puslitbang Inovasi daerah agar lebih profesional dan sistematis, Ray menyarankan perlunya membangun kerja sama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri. Ia juga mengusulkan agar ada kajian lanjutan dengan fokus pada perbaikan materi di tahun mendatang. Selain itu, untuk memperluas wawasan inovasi kepada para peserta, penyelenggara juga perlu melibatkan narasumber yang berasal dari berbagai latar belakang, seperti akademisi, best practise daerah, maupun pebisnis. “Agar inovasi daerah lebih memiliki kekuatan untuk bersaing dengan daerah lain,” katanya. Meski begitu, peneliti tidak menjelaskan secara detail narasumber yang telah dihadirkan dari mana saja. Mereka hanya menyebutkan, yang hadir saat penelitian berlangsung adalah narasumber dengan kapasitas keahlian di bidang inovasi daerah. (MJA)