News

Sri Mulyani Sindir Kementerian yang Tak Efektif Kelola Dana Riset

Sri Mulyani mengatakan, hanya 43,7% dari dana riset digunakan untuk penelitian. Sisanya lebih banyak untuk biaya operasional, jasa, dan belanja modal.
Pemerintah telah menganggarakan dana riset dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 37,5 triliun. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melihat dampak positif dari dana riset itu belum dirasakan oleh masyarakat karena tersebar di 45 kementerian dan lembaga.

“Kok kita enggak merasakan? Kalau bahasa Presiden (Jokowi) kok enggak nendang. Ini yang harus dikoordinasi,” katanya dalam acara Katadata Forum di Energy Building, Jakarta, Rabu (31/7).

Ia menilai, diperlukan tata kelola yang baik agar dana riset dapat memberikan dampak yang luas. Tata kelola itu yakni koordinasi kementrian dan lembaga, serta pembuatan prioritas berdasarkan kepentingan riset.

Selanjutnya dari segi prioritas, pemerintah diharuskan menempatkan prioritas berdasarkan kepentingan. “Siapa yang harus membuat prioritas itu? Bagaimana ditetapkannya? Ya bagian dari tata kelola tadi,” ujarnya.

Pada 2019, pemerintah mengalokasikan dana Rp 35,7 triliun untuk kegiatan riset, tidak sampai 10% dari bagian dana pendidikan yang sebesar Rp 492,5 triliun. Angka tersebut lebih besar dibanding 2018 yang hanya berkisar Rp 33,8 triliun.

Sementara dari sisi penggunaan, hanya 43,7% dari dana itu yang digunakan untuk penelitian. Sisanya lebih banyak untuk biaya operasional, jasa, dan belanja modal karena infrastruktur riset di Indonesia yang belum memadai

Saat ini pemerintah sedang mencari solusi yang tepat walaupun berpotensi mengecewakan beberapa pihak. “Pasti keputusannya mengecewakan banyak pihak, tapi jangan sampai kita tidak membuat keputusan,” ujarnya.

Sri Mulyani Soroti Rendahnya Partisipasi Swasta Danai Riset

Menteri Keuangan juga menyoroti rendahnya partisipasi badan usaha swasta dalam mendanai riset. Ia berharap partisipasi meningkat seiring tawaran insentif pajak yang baru dari pemerintah.

Ia mengatakan, sumbangan swasta baru sekitar 10% terhadap total belanja riset di Indonesia. Padahal, di negara-negara maju, sumbangan swasta mencapai 70%. “Ini saja menunjukkan partisipasi swasta yang masih kurang dalam kegiatan riset di Indonesia,” kata dia.

Menurut dia, rendahnya partisipasi swasta karena proses yang rumit dalam mendapatkan insentif pajak terkait. Selain itu, banyak pengusaha yang ragu dengan manfaat pendanaan kegiatan riset, meskipun bisa mengurangi perhitungan kewajiban pajaknya. Ke depan, partisipasi swasta diharapkan semakin bertambah sehingga mendongkrak dana riset di Tanah Air yang tergolong kecil

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 untuk mendorong partisipasi swasta. Dalam PP tersebut diatur insentif pajak berupa pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan badan usaha untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.

Join The Discussion