Dikutip dari merdeka.com, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan tahun ini pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp35,7 triliun untuk riset atau penelitian. Dana tersebut naik jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya sekitar Rp24,9 triliun.
“Tahun 2019 alokasi anggaran riset kita Rp35,7 Triliun, naik jika dibandingkan dengan tahun 2017 sekitar Rp24,9 triliun,” ujar Menteri Sri Mulyani di Kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (31/7).
Menteri Sri Mulyani mengatakan, pengalokasian dana penelitian mayoritas berasal dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Sementara itu, peran swasta masih tergolong kecil yaitu sekitar 10 persen.
“Dalam konteks Indonesia dengan anggaran yang tadi, kita dihadapkan pada desain tata kelolanya. Riset itu sangat didominasi oleh pemerintah. 66 persen dari total belanja penelitian itu dari pemerintah. Swasta hanya 10 persen,” jelasnya.
Menurut Sri Mulyani, pelibatan swasta dalam mengadakan lebih banyak riset sudah dimunculkan sejak 10 tahun lalu dengan pemberian insentif. Namun, insentif ini masih banyak dikeluhkan karena pengurusan yang dianggap cukup ribet.
“Swasta bilang, prosesnya rese. Terlalu banyak rambu-rambunya. Akhirnya 10 tahun terakhir tidak terlalu berdampak. Walaupun sudah dimunculkan semenjak lebih dari 10 tahun yang lalu, itu tidak menimbulkan dampak. Sangat kecil swasta yang menganggap berharga untuk melakukan riset karena itu bisa dikurangkan dari pajaknya,” jelasnya.
Untuk menggaet lebih banyak peran dari swasta, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun menyiapkan berbagai insentif berupa diskon pajak. Salah satu yang dipangkas adalah cara pemberian insentif yang disesuaikan dengan besaran investasi yang ditanamkan oleh investor.
“Sehingga sekarang berdasarkan PP 45 2019 yang tadi disebutkan, sekarang kamu boleh double deduction bahkan bahkan bisa triple deduction untuk masalah riset (penelitian) inovasi dan bahkan kita memberikan insentif untuk pelatihan vokasi,” tandasnya.