Dikutip dari tempo.co, peneliti muda Indonesia di bidang kehutanan Stibniati Atmadja, mengungkapkan ada peluang besar kerjasama kehutanan antara Indonesia dan Ethiopia.
Hal ini diungkapkan Dr. Stibniati setelah berbincang dengan Dubes RI untuk Etihopia, Djibouti, dan Uni Afrika, Al Busyra Basnur minggu lalu di kediaman Duta Besar, Wisma Indonesia, Addis Ababa, Ethiopia, dalam siaran persnya kepada Tempo, 10 Mei 2019.
Stibniati Atmadja bekerja di Center for International Forestry Research (CIFOR) yang berpusat di Bogor dan mempunyai kantor cabang di Addis Ababa, serta sudah bermukim di Ethiopia sejak 4 tahun lalu. Kantor CIFOR dibuka di Addis Ababa sejak 2005.
Jumlah tenaga ahli dan anggaran pemerintah untuk penelitian di Ethiopia, khususnya di bidang kehutanan, jauh lebih kecil dibandingkan dengan di Indonesia.
Menurut Stibniati, angka ini sangat kecil mengingat Ethiopia adalah Least Developing Country (LDC) dan Kementerian Kehutanan baru dibentuk tahun 2013.
Namun para peneliti kehutanan di Ethiopia sangat produktif. Tulisan-tulisan peneliti kehutanan Ethiopia banyak sekali dimuat jurnal-jurnal internasional terutama di Eropa dan Amerika.
Hal itu disebabkan, pertama karena Ethiopia sendiri tidak memiliki Jurnal khusus di bidang kehutanan dan kedua, peneliti Ethiopia menguasai bahasa Inggris lisan dan tulisan dengan baik walaupun itu bukan bahasa nasional mereka.
“Indonesia memiliki kekayaan hutan yang sangat luas, hijau rimbun dan lembab serta memiliki potensi yang besar untuk diteliti. Sementara luas hutan Ethiopia sangat sedikit dan kering sehingga kondisinya sangat jauh berbeda,” kata Nia, panggilan sehari-hari Stibniati Atmadja.
“Namun demikian, banyak hal soal tata kelola hutan dan pembangunan sektor kehutanan Indonesia yang bisa menjadi pelajaran bagi Ethiopia,” tambah Nia.
“Dalam tata kelola dan pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan masyarakat, Indonesia lebih maju dan memiliki pengalaman yang luas. Indonesia telah memiliki standar nasional untuk produk-produk kehutanan. Sementara Ethiopia belum,” lanjut Nia.
Nia juga mengimbau agar peneliti kehutanan Indonesia bisa terpacu untuk lebih produktif dalam melahirkan tulisan-tulisan dan kajian ilmiah untuk dipublikasikan di jurnal-jurnal terkemuka internasional, seperti peneliti Ethiopia.
Duta Besar RI untuk Ethiopia Al Busyra Basnur (kiri) saat berbincang dengan peneliti muda Indonesia Dr. Stibniati Atmadja dari Center for International Forestry Research (CIFOR).[KBRI Ethiopia]
Dari bincang-bincang dengan Nia dan Dubes Al Busyra terlihat bahwa potensi dan peluang kerjasama Indonesia-Ethiopia di bidang kehutanan sangat besar.
Sebelumnya, Duta Besar Al Busyra juga telah bertemu dengan berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian Ethiopia membicarakan hal yang sama. Dari pertemuan-pertemuan tersebut diperoleh kesimpulan banyak lembaga dan institusi di Ethiopia yang ingin bekerjasama dengan Indonesia di bidang kehutanan.
“Dalam pertemuan dengan pimpinan Universitas Bahir Dar beberapa waktu lalu, disampaikan kepada saya bahwa Universitas tersebut sangat tertarik melakukan kerjasama di bidang kehutanan dengan Indonesia. Sebab, Indonesia berpengalaman dalam pengelolaan hutan. Hal ini sudah kami sampaikan ke pihak-pihak terkait di Indonesia,” kata Duta Besar Al Busyra Basnur.
“Tahun 2016, Universitas Bahir Dar menandatangani MoU dengan Universitas Sebelas Maret di bidang kerjasama penelitian, pertukaran dosen, peneliti dan mahasiswa serta melakukan riset bersama. Akhir bulan ini, Prof. Kefyalew Alemayehu dari Universitas Bahir Dar akan berada di Universitas Sebelas Maret selama 2-3 minggu dalam rangka penelitian bersama,” tambah Duta Besar RI untuk Ethiopia Al Busyra Basnur saat perbincangan dengan Nia soal kerjasama akademik dan peluang kehutanan dengan Indonesia.