Dikutip dari krjogja.com, Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan di University of South Florida, orang yang terkena depresi cenderung mendengarkan musik berirama sedih karena itu membuat mereka merasa lebih baik.
Bagian pertama dari studi kecil tersebut, yang diterbitkan baru-baru ini pada jurnal Emotion, mencoba mengulangi temuan-temuan sebelumnya yang pernah dilakukan dalam sebuah riset pada tahun 2015, yang mengatakan bahwa orang yang depresi lebih suka menghayati alunan nada bertema mellow.
Dalam riset terbaru kali ini, para peneliti menyertakan 76 sukarelawan yang bersedia ikut dalam uji coba. Sebanyak 76 mahasiswi (setengah dari mereka didiagnosis menderita depresi) dilibatkan.
Para sukwan kemudian diminta untuk mendengarkan berbagai klip musik klasik, mulai dari lagu bernada penuh keceriaan seperti “Infernal Gallop” karya komposer Jacques Offenbach, hingga lagu bernada penuh kepiluan seperti “Adagio for Strings” karya Samuel Barber.
Para ilmuwan menemukan bahwa, seperti dalam studi 2015, peserta yang mengidap depresi mengaku lebih suka mendengarkan musik yang sedih daripada musik yang ceria.
Kemudian, para peneliti memberi para peserta klip-klip baru berupa musik instrumental dengan irama bahagia dan sedih, lalu meminta mereka untuk menggambarkan bagaimana perasaan mereka ketika mendengarkan trek tersebut.
Sekali lagi, riset menunjukkan bahwa peserta yang depresi lebih menggemari musik sedih, tetapi mereka juga menyatakan bahwa musik sedih membuat mereka merasa lebih bahagia.
“Mereka sebenarnya merasa lebih baik setelah mendengarkan musik sedih ini daripada sebelumnya,” kata seorang penulis studi tersebut, Jonathan Rottenberg, kepada WUSF News yang dilansir dari The Verge, Minggu (5/5/2019).
Orang yang depresi, saat mendengarkan musik sedih, mengungkapkan bahwa lagu tersebut menciptakan efek relaksasi dan menenangkan.
Temuan tersebut menantang asumsi bahwa musik sedih tidak disarankan untuk didengarkan oleh mereka yang depresi, sebab akan membuat diri mereka merasa lebih buruk.
Namun riset tersebut masih harus dikembangkan lebih luas, lantaran objek penelitian hanya melibatkan mahasiswi saja.
Meski demikian, ini merupakan temuan menarik yang mereplikasi penelitian sebelumnya dan dapat memiliki implikasi untuk bidang-bidang seperti terapi musik.
Dalam hal tersebut, terapis yang terlatih akan menyertakan lagu-lagu ke dalam interaksi mereka dengan pasien, seperti meminta pasien untuk bernyanyi, mendengarkan musik, atau memainkan alat musik.
Trik seperti ini dilaporkan telah digunakan dalam segala aspek pengobatan alternatif, mulai dari menghilangkan rasa sakit (terkait patah hati) hingga membantu pasien kanker.
Dalam ulasan Cochrane (badan amal Inggris yang dibentuk untuk mengatur temuan penelitian medis, sehingga dapat memfasilitasi pilihan berdasarkan bukti tentang intervensi kesehatan yang dihadapi oleh para profesional kesehatan, pasien, dan pembuat kebijakan) pada tahun 2017 terhadap bukti menunjukkan bahwa cara seperti itu memiliki setidaknya manfaat jangka pendek untuk pasien penderita depresi.