Dikutip dari sindonews.com, peran perempuan dalam bidang penelitian di Indonesia masih minim. Butuh banyak kesempatan untuk mereka dalam mengembangkan inovasi di bidang penelitian.
Dr rer nat Ir Neni Sintawardani, peneliti di Loka Peneliti Teknologi Bersih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menuturkan, dari seluruh peneliti yang ada di dunia, hanya 28 persen yang merupakan peneliti perempuan. Sedangkan di Indonesia, jumlah perempuan peneliti hanya di kisaran 31 persen.
“Ini merupakan angka yang sangat kecil, padahal perempuan secara naluriah memiliki kepekaan yang lebih tinggi pada permasalahan yang ada di sekitar,” kata Neni ketika ditemui di sela-sela road show L’Oréal – UNESCO For Women in Science (FWIS) di Auditorium Gedung Research Center ITS, Selasa (30/4/2019).
Ia melanjutkan, pihaknya saat ini sedang mencari peneliti perempuan untuk bisa berpartisipasi dalam menelorkan inovasi. Makanya ada fellowship nasional atau pemberian beasiswa penelitian bagi empat orang perempuan peneliti muda berbakat. Yakni penelitian di bidang earth sciences life sciences, material sciences, engineering chemistry, dan physics.
Neni juga menjelaskan, perempuan peneliti yang dicari untuk mendapatkan penghargaan ini adalah mereka yang mendedikasikan karir untuk mengembangkan inovasi ilmiah, berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, dan kemajuan masyarakat.
“Kami mempunyai misi untuk mengakui, menyemangati, dan mendukung wanita di bidang sains, sehingga semangat perempuan di bidang sains meningkat,” ucapnya.
Sampai saat ini, katanya, sudah ada 53 orang ilmuwan perempuan muda Indonesia yang telah menerima fellowship L’Oréal – UNESCO FWIS tersebut. Fellowship berupa dana sebesar Rp95 juta ini diberikan guna membantu melanjutkan penelitian mereka lebih lanjut.
Dari 53 orang tersebut, lima orang di antaranya telah menerima penghargaan di tingkat internasional, salah satunya adalah Sri Fatmawati MSc PhD yang juga merupakan dosen Departemen Kimia ITS.
“Penelitian yang kami cari harus memiliki nilai berupa orisinalitas, dampak riset pada Indonesia, permasalahan yang krusial, dan metodologi yang tepat,” kata Neni.
Selain itu, lanjutnya, teknik presentasi dan kepenulisan, serta track record dan publikasi dari peneliti juga menjadi pertimbangan penilaian