Dikutip dari detik.com – Pemakaian plastik sebagai pembungkus kemasan fisik di era musik digital memang berkurang drastis. Akan tetapi ternyata hal itu tak lantas membuat musik digital menjadi ramah lingkungan.
Dikutip dari Pitchfork, Selasa (9/4/2019), rupanya musik digital menghasilkan gas emisi yang lebih banyak ketimbang rilisan fisik. Hal tersebut ditemukan pada hasil penelitian Universitas Glasgow.
“Mungkin penggunaan layanan siaran dan unduh musik disarankan karena dianggap membuat musik menjadi lebih ramah lingkungan. Namun dalam pandangan lain, tidak demikian (ramah lingkungan) ketika kita bicara mengenai penggunaan energi untuk bisa mendengarkan musik secara daring,” ujar profesor dari Universitas Olso, Dr. Kyle Devine.
“Proses penyimpanan dan pengunduhan musik secara daring membutuhkan begitu banyak sumber daya dan energi,” lanjutnya.
Bila jumlah energi tersebut dibandingkan dengan produksi plastik terkait dengan efeknya terhadap efek rumah kaca, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa layanan musik streaming memberikan bahaya terhadap lingkungan.
Pada 1977, rata-rata gas rumah kaca (greenhouse gas equivalent) adalah sebesar 140 juta kilogram, jumlah ini menurun pada 1988 sejumlah 136 kilogram.
Akan tetapi peningkatan terjadi pada tahun 2000 menjadi 157 juta kilogram. Pada 2016, setelah era streaming gas efek rumah kaca yang dihasilkan adalah sebesar 200 hingga 350 juta kilogram.
Meski demikian, produksi plastik di tahun-tahun belakangan setelah adanya musik digital berkurang drastis. Pada 1977, industri rekaman menghasilkan 58 juta kilogram plastik, menurun sedikit pada 1988 menjadi 56 kilogram plastik.
Pada 2000 di masa kejayaan CD, plastik bertambah drastis menjadi 61 juta kilogram. Sedangkan terjadi penurunan drastis menjadi hanya 8 juta kilogram pada 2016.
Riset itu juga menunjukan, meskipun biaya lingkungan untuk memproses musik digital sangatlah mahal, namun biaya konsumsi musik yang dikeluarkan pendengar justru semakin kecil.