News

Tekan Praktik Politik Uang, Bawaslu Kota Mojokerto Lakukan Riset dan Pemetaan

Dikutip dari tribunnews.com, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Mojokerto melakukan pemetaan untuk menekan praktik politik uang.

Pemetaan itu dilakukan pada tanggal 1-20 Maret 2019.

“Pemetaan itu artinya memotret indeks kerawanan politik uang dengan cara metodologi riset empiris,” kata Ketua Bawaslu Kota Mojokerto, Ulil Abshar, saat dihubungi Surya (TribunJatim.com Network), Minggu (24/3/2019).

Ulil Abshar menjelaskan, pemetaan ini dilakukan karena pada Pilwali tahun lalu, ada isu warga Kota Mojokerto menentukan pilihan karena politik uang.

Isu itu bermula dari opini yang kemudian berkembang.

“Kami melakukan sampling atau riset terkait isu yang beredar di warga yang menentukan pilihan karena politik uang. Hasilnya isu itu tidak benar,” jelasnya.

Ulil melanjutkan, setelah melakukan riset, untuk menekan politik uang, pihaknya akan bekerja sama dengan stakeholder.

Sebab menurut Ulil, politik uang adalah tanggung jawab bersama.

“Nantinya pihak kecamatan akan koordinasi dengan kapolsek dan danramil. Sedangkan kami dengan pemerintahan, TNI, dan Polri,” sebutnya.

Berikut hasil hasil riset yang dilakukan Bawaslu Kota Mojokerto.

Menjanjikan materi tertentu saat memilih, jawaban tidak 88,79 persen dan jawaban ya 24,21persen.

Menerima imbalan tertentu berupa uang maupun barang dari seseorang saat memilih jawaban ya 17,15 persen dan jawaban tidak 95,85 persen.

Lalu untuk sampling pertanyaan pernah melihat orang yang memberikan barang atau uang itu saat Pemilu atau Pilkada jawaban melihat 26,23 persen dan tidak pernah 86,77 persen.

Sampling pertanyaan barang yang diberikan berupa apa? Jawaban uang 21,40 persen, sembako 23,44 persen, pakaian 3,6 persen, jilbab 1,2 persen, dan gula pasir 1,2 persen.

Pertanyaan sampling yang memberikan siapa? Jawaban tim sukses 35,48 persen, tidak tahu 25,35 persen, pengurus partai 5,7 persen, RT dan RW 2,3 persen, serta tokoh masyarakat 5,7 persen.

“Kami juga menggandeng pemantau. Mereka juga berencana membuka posko pengaduan hari tenang itu politik uang. Selain ke bawaslu bisa ke pemantau melaporkannya,” urainya.

Selanjutnya waktu praktik politik uang, dari hasil sampling dilakukan saat masa tenang 26,55 persen, pada saat kampanye 16,34 persen, pada saat selesainya penetapan calon terpilih 2,4 persen, pada saat pemungutan dan perhitungan suara 3,6 persen.

Barang maupun uang tersebut dari hasil sampling paling banyak diberikan di rumah warga secara tunai dengan presentase 33,79 persen.

Selanjutnya, sampling pertanyaan melaporkan jika mengetahui ada orang yang melakukan praktik politik uang, jawaban iya 51,52 persen dan tidak 48,48 persen.

Pertanyaan sampling jika tidak melaporkan, kenapa? takut ada intimidasi 22,39 persen, tidak tahu cara melaporkan 25,45 persen, dan takut ribet 1,2 persen.

“Pada saat nanti menjelang hari tenang, kami akan meningkatkan pengawasan. Nanti ada patroli anti politik uang. Pada riset, responden itu menjawab waktunya menerima politik uang tiga hari menjelang pemilu atau hari tenang. Terkait intimidasi bila melaporkan praktik politik uang, masyarakat tak perlu khawatir, karena kami akan melindungi,” pungkasnya.

Join The Discussion